VOICEINDONESIA.CO,Jakarta – Ombudsman menyarankan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan untuk meningkatkan kemampuan petugas dalam melakukan pemprofilan pemohon paspor, khususnya dalam melakukan verifikasi keabsahan data dengan hasil wawancara, guna mencegah tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Anggota Ombudsman Johanes Widijantoro mengungkapkan dalam kajian sistemik Ombudsman terkait pelaksanaan pencegahan TPPO, terdapat temuan masih banyaknya korban yang bisa dicegah keberangkatannya melalui proses pengawasan keimigrasian.
“Hal ini menggambarkan masih perlu dilakukan penguatan dalam proses pengawasan keimigrasian, khususnya proses verifikasi dan wawancara, serta pemeriksaan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI),” ujar Johanes dikonfirmasi di Jakarta, Senin, menanggapi penyerahan hasil kajian pada akhir pekan lalu.
Ia juga mengatakan terdapat permasalahan berupa mudahnya praktik pemalsuan identitas dan dokumen calon pekerja migran atau warga Indonesia lainnya yang berpotensi TPPO, meskipun sudah diberlakukan Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa korban TPPO, saat para korban akan berangkat ke negara penempatan, mereka tidak pernah terlibat dan tidak mengurus sendiri dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk ke luar negeri karena semua dokumen, termasuk paspor, diurus oleh agen yang merekrut.
 Ombudsman meminta Kementerian Imipas bisa memaksimalkan Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian yang memuat daftar warga negara Indonesia dan pekerja migran Indonesia nonprosedural yang pernah masuk daftar pencegahan.
Baca Juga : Empat Bulan Kerja di Taiwan, PMI Dipulangkan Tanpa Alasan yang Jelas
Johanes menambahkan Kementerian Imipas juga harus meningkatkan pengawasan internal kepada pegawai kantor imigrasi guna mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang dalam pemeriksaan dokumen keimigrasian maupun pemeriksaan di TPI, khususnya di wilayah kantong PMI.
“Ombudsman meminta saran perbaikan dalam hasil kajian ini dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya sebagai bentuk pelayanan publik kepada masyarakat yang profesional, berkeadilan, dan berkepastian hukum,” tuturnya.
Berbagai temuan terkait keimigrasian tersebut tercatat dalam aspek pengawasan yang ditemukan dalam kajian pencegahan TPPO.
Selain aspek pengawasan, Ombudsman turut menyoroti aspek sosialisasi dan edukasi, peningkatan koordinasi dan kerja sama, serta regulasi dalam upaya pencegahan TPPO.
Pada aspek sosialisasi dan edukasi, sambung dia, terdapat temuan belum semua daerah memiliki Rencana Aksi Daerah Pencegahan dan Penanganan TPPO, tidak adanya anggaran yang dimiliki oleh daerah untuk Gugus Tugas TPPO, khususnya anggaran terkait kegiatan sosialisasi, belum seragamnya kelompok sasaran sosialisasi TPPO karena belum adanya perencanaan rinci dalam RAD TPPO, dan kurangnya koordinasi antarorganisasi perangkat daerah (OPD).
Mengenai kerja sama dan koordinasi pencegahan TPPO, Ombudsman menemukan masih adanya gugus tugas daerah yang belum melakukan restrukturisasi gugus tugas setelah diubahnya ketua harian, yang semula Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), menjadi Kapolri.
Sementara terkait regulasi, Johanes mengatakan secara konseptual, regulasi mengenai pencegahan TPPO bertujuan untuk memastikan arah kebijakan pemerintah dalam memutus rantai TPPO.
Baca Juga : WNI Korban TPPO di Myanmar Berharap Bisa Dipulangkan
Ombudsman menyusun kajian dalam rangka melakukan evaluasi dan memberikan saran perbaikan terhadap pelaksanaan pencegahan TPPO yang dilakukan oleh Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO.
Dia menjelaskan hal yang melatarbelakangi kajian tersebut, yakni jumlah korban TPPO yang terus meningkat setiap tahunnya dengan beragam modus operandi dan korban yang berasal dari berbagai kelas ekonomi dan pendidikan serta meluasnya jaringan kejahatan yang terorganisasi dan tidak terorganisasi, baik bersifat antarnegara maupun dalam negeri.
Dalam kajian tersebut, Ombudsman melakukan pengumpulan informasi dan data di beberapa wilayah, yaitu Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Bara, dan Kepulauan Riau.
Pengumpulan data dan informasi juga melibatkan instansi pusat, organisasi nonpemerintah, serta korban TPPO.
Pada hasil kajian, Johanes menyampaikan terdapat beberapa modus TPPO, yakni eksploitasi seksual, eksploitasi anak buah kapal, eksploitasi pekerja migran, pemagangan, pengantin pesanan yakni tawaran menikah dengan orang asing dan dijanjikan kehidupan mapan di negara asal calon suami, eksploitasi anak, serta eksploitasi transplantasi organ tubuh. *