VOICEINDONESIA.CO, Batam – Penyelidikan dugaan pengiriman tujuh anak buah kapal (ABK) WNI secara nonprosedural terus bergulir di Subdit IV Ditreskrimum Polda Kepri. Penyidik kembali melayangkan panggilan pemeriksaan kepada Juanda, penyalur kerja yang disebut berperan dalam perekrutan para pelaut MT Shing Xing, setelah sempat mangkir dari panggilan pertama.
Kasubdit IV Penegakan Hukum PPA dan TPPO Ditreskrimum Polda Kepri AKBP Andyka Aer mengatakan Juanda sudah menyatakan kesediaannya untuk hadir usai pemanggilan ulang dilakukan penyidik, Rabu (19/11/2025). Ia menegaskan keterangan Juanda sangat penting untuk memastikan apakah proses perekrutan tujuh ABK tersebut mengarah pada tindak pidana perdagangan orang (TPPO) atau sekadar pelanggaran prosedur ketenagakerjaan.
“Juanda sebelumnya mangkir, tetapi sudah kami panggil lagi dan dia menyatakan bersedia hadir. Mudah-mudahan minggu depan yang bersangkutan benar-benar memenuhi panggilan untuk diperiksa,” ujar Andyka.
Baca Juga: Restitusi Rp4,2 Miliar untuk Korban TPPO Mangkrak, SBMI Desak Pemerintah Bertindak
Di sisi lain, Andyka menyebut istri salah satu ABK bernama Rizki telah mencabut laporan polisi yang sebelumnya dibuat di Polda Kepri. Pencabutan itu dilakukan karena pihak keluarga mengaku sudah berdamai dan diselesaikan secara kekeluargaan, namun langkah ini tidak menghentikan penyelidikan yang tengah berjalan.
“Istrinya Rizki mencabut laporan karena sudah berdamai, dan itu diselesaikan secara kekeluargaan. Tetapi proses penyelidikan tetap berjalan untuk menelusuri dugaan TPPO,” tegas Andyka.
Baca Juga: Ini Alasan Remaja Asal Bandung Minta Dipulangkan Setelah Sempat Diguga Korban TPPO
Meski laporan dihentikan, penyidik tetap melanjutkan penyelidikan terhadap dugaan TPPO terkait perekrutan para pelaut tersebut untuk mengungkap seluruh jaringan yang terlibat.
Sebelumnya, tujuh ABK tersebut telah menjalani pemeriksaan di Polda Kepri pada Jumat (07/11/2025), sehari setelah mereka dipulangkan dari Malaysia. Pemeriksaan berlangsung sehari penuh untuk menggali proses rekrutmen hingga kronologi mereka terdampar di perairan Myanmar tanpa dokumen lengkap dan kehabisan bahan makanan.
Nama-nama tujuh ABK tersebut adalah Septia Riski, Heriyansah, Wilem Padoma, Sudiyanto (asal Batam), Dede Kustendy (Karimun), Syukri (Medan), dan Roland Mamuko (Manado). Hasil pemeriksaan awal mengungkap mereka direkrut melalui grup obrolan pelaut di WhatsApp di mana salah satu ABK bernama Rizki mendapatkan informasi lowongan kerja dari Juanda.
Lowongan itu sebenarnya disampaikan oleh seorang kapten kapal kepada Juanda, lalu diteruskan ke Rizki yang kemudian mengajak enam pelaut lainnya bergabung menjadi kru MT Shing Xing. Mereka mendapat tugas membawa kapal berbobot 356 GT untuk perbaikan (docking) ke Malaysia, namun dalam perjalanan kapal justru dialihkan menuju Myanmar tanpa sepengetahuan para ABK.
Setibanya di Myanmar, kapal tidak diizinkan berlabuh karena dokumennya tidak lengkap sehingga mereka terombang-ambing selama beberapa bulan dan kehabisan bahan makanan. Yang mengetahui persis mengapa kapal dialihkan ke Myanmar adalah Juanda karena ABK ini menerima perintah darinya, sehingga keterangannya menjadi kunci dalam penyelidikan ini.
Ketujuh ABK mengaku telah menerima gaji sesuai kesepakatan dan memilih tidak lagi bekerja dengan Juanda. Besaran gaji mereka bervariasi mulai dari 500 hingga 1.200 dolar Singapura per bulan, tergantung jabatan di kapal.

