VOICEINDONESIA.CO, Bandung Barat – Ratusan karyawan PT Namasindo Plas di Jalan Batujajar-Padalarang, Desa Giriasih, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat kini hidup dalam ketidakpastian. Perusahaan manufaktur plastik tersebut dikabarkan kehilangan kontrak besar dengan Danone Aqua yang berdampak pada nasib ratusan pekerjanya.
Kondisi ini diperparah oleh tekanan ekonomi global dan persaingan pasar yang semakin ketat, membuat aktivitas produksi terhenti dan pembayaran upah tertunda. Perusahaan yang berdiri sejak 2001 itu dikenal luas sebagai salah satu produsen kemasan plastik terbesar di Indonesia, khususnya untuk botol air minum dalam kemasan.
Yandi Setiawan, Ketua PUK FSPMI PT Namasindo Plas mengungkapkan pemutusan kontrak dengan Danone Aqua menjadi pemicu utama krisis yang menimpa perusahaan. Sejak dua bulan terakhir, pabrik dilaporkan tidak lagi beroperasi dan aliran listrik telah diputus, meninggalkan ratusan buruh dalam kondisi menggantung.
Baca Juga: Pabrik Sepatu Hengkang dari Tangerang demi UMR Murah, DPR: Bentuk Eksploitasi Buruh!
“Perusahaan Danone Aqua putus kontrak sehingga berdampak pada pembayaran upah pekerja PT Namasindo Plas ini,” ungkap Yandi kepada Bangbaracom, Jumat (31/10/2025).
Menurut Yandi, lebih dari 500 hingga 600 pekerja terdampak langsung akibat berhentinya aktivitas pabrik. Sekitar 270 anggota FSPMI hingga kini belum menerima gaji penuh mereka meski sudah bekerja selama berbulan-bulan.
Baca Juga: Ancam Mogok Nasional, Ini 4 Tuntutan Buruh di Bandung Barat
Selama dirumahkan, tidak ada kepastian dari manajemen mengenai nasib mereka. Para pekerja akhirnya mendirikan tenda di depan pabrik sebagai bentuk perjuangan dan desakan kepada manajemen agar segera memberikan kejelasan tentang status pekerjaan dan tunggakan upah.
“Selama dirumahkan, tidak ada kepastian dari manajemen. Kami akhirnya mendirikan tenda sebagai bentuk perjuangan buruh,” katanya.
Dari laporan FSPMI, tunggakan upah bervariasi antara 1 hingga 2,5 bulan. Operator menerima gaji antara Rp4 juta hingga Rp4,5 juta per bulan, sementara golongan lainnya berkisar Rp4,5 juta hingga Rp5 juta per bulan.
Yandi menambahkan perusahaan baru membayar Rp1,5 juta dari total tunggakan yang ada. Janji pelunasan pada akhir Oktober yang dijanjikan manajemen juga tidak terealisasi, semakin menambah kegelisahan para pekerja yang menggantungkan hidup dari gaji mereka.
Aksi protes para pekerja dengan mendirikan tenda di depan pabrik menjadi simbol perjuangan buruh yang menuntut haknya. Para pekerja berharap pemerintah daerah dan instansi terkait dapat turun tangan menyelesaikan masalah ini sebelum semakin banyak keluarga buruh yang terdampak krisis ekonomi.
