VOICEINDONESIA.CO,Jakarta – Pengumuman nomenklatur kementerian era Presiden dan wakil presiden Prabowo Gibran membawa harapan besar bagi perbaikan tata kelola penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) atau Tenaga kerja Indonesia (TKI) melalui peningkatan status Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menjadia kementerian pelindungan pekerja migran Indonesia (KP2MI).
“Kementerian P2MI ini kementerian yang ditingkatkan oleh Presiden Prabowo. Yang ingin dilakukan Pak Prabowo memperkuat dan memperbaiki tata kelola pelindung dan penempatan pekerja migran,” ujar Menteri Karding dalam salah satu dialog dengan media pada 10 Desember 2024.
Baca Juga : Pencabutan Moratorium ke Arab Saudi, KP2MI Pastikan Perlindungan PMI Terjamin
Publik berharap peningkatan status badan menjadi Kememterian juga mampu menyederhanakan birokrasi dalam tata kelola penempatan dan pelindungan PMI yang selama ini terkesan berjalan sangat lamban seperti status izin penempatan untuk sejumlah jenis pekerjaan ke negara-negara Timur Tengah yang sejak tahun 2015 lalu sampai saat ini masih dilakukan moratorium.
Karding seperti setengah hati dalam melakukan perbaikan tata kelola penempatan PMI jika dilihat dari langkah dan statemennya sejauh ini, contoh paling dekat adalah terkait dengan moratorium penempatan PMI ke beberapa negara Timur Tengah seperti Arab Saudi.
Moratorium penempatan PMI ke Timur Tengah sejatinya sudah berulang kali pemerintah membuat skema penempatan agar bisa berjalan normal namun skema yang disiapkan selalu mengalami kegagalan terakhir penempatan sistem satu kanal (SPSK) ke Arab Saudi yang juga tidak berjalan.
Baca Juga : Menteri Karding Jamin Regulasi Pelindungan PMI Lebih Baik Saat Moratorium dengan Arab Saudi Dibuka
Direktur Eksekutif Migrant CARE Wahyu Susilo mengatakan selama moratorium berjalan pemerintah tidak melakukan langkah-langkah evaluasi maksimal untuk melakukan perbaikan tata kelola dan pelindungan PMI ke Arab Saudi.
“Masih banyak pemberangkatan secara unprosedural karena kita tidak pernah serius ketika melakukan moratorium memberikan pengawasan, sampai sekarang pemerintah tidak pernah melakukan evaluasi maksimal tentang tata kelola penempatan pekerja migran ke Saudi Arabia,” ungkap Wahyu Susilo kepada voiceIndonesia.co Kamis (10/04/2025).
Wahyu Susilo juga mengkritik wacana pemerintah yang akan mencabut moratorium penempatan pekerja migran ke Arab Saudi namun berbagai masalah masih belum teratasi.
“Pemerintah mewacanakan pencabutan moratorium pengiriman PMI ke Saudi Arabia tetapi tidak ada langkah-langkah kongkrit yang dilakukan seperti adanya MoU yang di dalamnya memastikan pemerintah Saudi Arabia melindungi PMI, kalo berwacana terus soal pencabutan moratorium sudah tiga kali dan itu selalu gagal, dan banyak orang sekarang skeptis dengan rencana pencabutan moratorium itu,”jelas Wahyu Susilo.
Pada pertengahan bulan Maret tahun 2025 menteri P2MI Abdul Kadir Karding di Istana Negara menyampaikan kabar bahwa moratorium penempatan PMI ke Arab Saudi akan dibuka atas perintah Presiden Prabowo Subianto, namun tak berselang lama ia mengungkapkan informasi sebalinya yakni menunda pencabutan moratorium penempatan PMI ke Arab Saudi.
“Kami laporkan kepada Pak Presiden dan beliau alhamdulillah setuju dan meminta kepada kami untuk menyiapkan skema pelatihannya sekaligus penempatannya nanti untuk skema pelatihannya,” kata Karding, usai bertemu Prabowo.
Karding menyampaikan target penempatan PMI ke Arab Saudi bahkan mencapai 600.000 pekerja per tahunya.
“Terdiri dari 400.000 pekerja domestik lingkungan rumah tangga dan 200 sampai 250.000 mereka janjikan untuk pekerja formal,” ucap dia.
Baca Juga : SBMI Sebut Moratorium Pengiriman PMI ke Timur Tengah Tidak Efektif
Belakangan menteri Karding mengeluarkan pernyataan berbeda ke publik jika pencabutan moratorium batal dilakukan dari rencana awal yaitu bulan Maret.
“Karena sebelumnya banyak masalah, kita harus pelan-pelan dan hati-hati. MOU yang sedang diproses harus sangat detail dan memastikan perlindungan pekerja yang kuat,” jelas Karding.
Ditengah gempuran PHK di dalam negeri kesempatan bekerja ke luar negeri tentu menjadi opsi banyak pihak namun negara membelenggunya melalui moratorium yang entah sampai kapan, rentang waktu hingga 10 tahun ternyata tidak cukup bagi pemerintah melakukan evaluasi dan menyiapkan perbaikan tata kelola dan pelindungan PMI.
Baca Juga : Anak Buah Menteri Karding Kecele, Gerebek P3MI Nakal Ternyata Bangunan Kosong!
Pernyataan Karding yang terkesan berubah-ubah sebetulnya sedang mempertaruhkan keseriusan pemerintah dalam melakukan perbaikan tata kelola dan pelindungan PMI.
Sebagai pendulang Devisa Negara ,PMI nyatanya masih dianggap sebagai objek negara yang bisa dilakukan semena-mena, hak bekerja dan memperoleh pekerjaan dibatasi hitungan untung rugi pemerintah. Karding hingga hari ini juga belum terlihat keberpihaknya pada nasib CPMI yang selama ini dibebani dengan alur proses yang panjang, memakan waktu yang cukup lama serta menghabiskan biaya besar hanya untuk proses dokumen sebelum keberangkatan. PMI Pahlawan Devisa hanya selogan, negara tidak pernah serius melakukan perbaikan pelayanan dan pelindungan kepada mereka.