VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, menilai kericuhan dalam acara Job Fair “Bekasi Pasti Kerja” yang digelar di Cikarang, Jawa Barat, mencerminkan ketidaksiapan pemerintah daerah dalam menghadapi tingginya animo masyarakat terhadap lapangan kerja.
“Rebutan hanya untuk memindai QR code sudah cukup menjadi alarm. Ini bukan hanya soal teknis, tapi mencerminkan krisis struktural dalam penanganan pengangguran,” ujar Nurhadi, dikutip dari laman DPR, (4/6/2025).
Job fair yang diselenggarakan di Convention Center Presiden University, Jababeka (27/5), dipadati sekitar 25.000 pencari kerja, padahal kuota lowongan hanya sekitar 3.000 posisi.
Baca Juga: KPK Soroti Perlunya Perbaikan Sistem Ketenagakerjaan Indonesia
Kepadatan ini berujung pada insiden dorong-dorongan, hingga sejumlah peserta jatuh pingsan.
Nurhadi mengkritik mekanisme acara yang dinilainya tidak responsif terhadap kenyataan sosial.
“Penyelenggaraan job fair harusnya mengantisipasi lonjakan massa, menyediakan distribusi informasi digital yang efisien, dan merancang alur peserta yang tertata, terutama dalam situasi PHK massal seperti sekarang,” ujarnya.
Ia juga menyayangkan pernyataan Kementerian Ketenagakerjaan yang menyebut kerumunan di Bekasi sebagai wujud tingginya minat masyarakat bekerja, bukan sebagai bukti sulitnya akses terhadap lapangan kerja.
Baca Juga: Waspada! Kenali Ciri-Ciri Penipuan Lowongan Kerja Online
“Job fair bukan seremonial tahunan, tapi seharusnya menjadi bagian dari strategi besar mengatasi pengangguran,” tegasnya.
Dalam konteks Bekasi yang menjadi salah satu kawasan industri terbesar di Asia Tenggara, Nurhadi mendesak pemerintah daerah agar menegaskan tanggung jawab sosial perusahaan untuk menyerap tenaga kerja lokal.
“Perusahaan yang menikmati insentif dan fasilitas kawasan industri wajib menyerap tenaga kerja dari masyarakat sekitar. Harus ada regulasi yang mengikat,” ujarnya.
Untuk jangka pendek, Nurhadi menyarankan agar job fair digelar secara desentralisasi di tingkat kecamatan atau zona industri, dan diperkuat dengan platform digital.
“Kita tidak bisa terus membiarkan ribuan orang mengantre hanya demi scan QR. Pemerintah harus hadir dengan solusi yang manusiawi dan berbasis data,” kata legislator dari Dapil Jawa Timur VI itu.
Ia juga menekankan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap kesesuaian lapangan kerja dengan keterampilan para pencari kerja. Solusi seperti pelatihan vokasional dan bimbingan karier harus diperbanyak.
“Dengan ancaman badai PHK dan angka pengangguran yang masih tinggi, job fair ke depan harus menjadi jalan keluar nyata menuju pekerjaan yang layak dan bermartabat,” pungkas Nurhadi.