VOICE INDONESIA.CO, Jakarta – Rencana penghapusan sistem tenaga alih daya (outsourcing) oleh Presiden Prabowo Subianto menciptakan dilema antara upaya meningkatkan kesejahteraan pekerja dan mempertahankan daya saing industri nasional. Kedua kubu, pengusaha dan serikat buruh, memiliki pandangan berbeda namun pada dasarnya menginginkan solusi yang berkeadilan.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani, menyoroti perlunya mempertimbangkan aspek daya saing industri sambil mengakui maksud baik pemerintah untuk melindungi pekerja.
“Kami memahami bahwa keinginan Presiden Prabowo untuk menghapus outsourcing sebagai wujud kepedulian pemerintah terhadap hak-hak pekerja,” kata Shinta, Rabu (7/5/2025).
Baca Juga: Serikat Buruh Waspada “Cedera Janji” Prabowo dalam Penghapusan Outsourcing
Ia menambahkan bahwa aspek daya saing industri juga perlu dipertimbangkan dengan seksama dalam pengambilan kebijakan ini.
Shinta mengingatkan bahwa dalam konteks persaingan global, outsourcing adalah instrumen penting dalam mendukung fleksibilitas industri. Menurutnya, beberapa negara tetangga seperti Vietnam, Thailand, Filipina, dan Malaysia justru memperkuat praktik outsourcing.
Baca Juga: Rencana Penghapusan Outsourcing Prabowo: Pengusaha Khawatir Daya Saing Indonesia Menurun
Pandangan berbeda disampaikan oleh Ketua Umum FSB KSKI-KSBSI, Binson Purba, yang melihat penghapusan outsourcing sebagai langkah penting untuk melindungi hak-hak pekerja. Ia menekankan bahwa selama ini sistem outsourcing sering kali dimanfaatkan untuk menghindari kewajiban.
Dengan penekanan pada janji-janji pemerintah, Binson menegaskan komitmen serikat buruh untuk memastikan adanya perubahan konkret dalam sistem ketenagakerjaan.
“Kami mengawal janji-janji yang disampaikan pada peringatan May Day 2025,” tegas Binson.
Ia berharap implementasi konkret dari janji-janji tersebut segera terwujud untuk meningkatkan kesejahteraan kaum buruh di Indonesia.
Pakar hubungan industrial dari Universitas Indonesia Dr. Ariesta Firmansyah, menilai bahwa penghapusan total sistem outsourcing bukan satu-satunya solusi. Menurutnya, Indonesia perlu menemukan keseimbangan antara fleksibilitas bisnis dan perlindungan pekerja.
Dr. Ariesta berbagi pandangan tentang pendekatan alternatif yang dapat menjembatani kepentingan pekerja dan pengusaha tanpa harus menghapus outsourcing secara total.
“Pendekatan ‘equal pay for equal work’ yang mewajibkan perusahaan membayar pekerja outsourcing dengan standar yang sama seperti pekerja tetap dapat menjadi solusi tengah,” jelas Dr. Ariesta.
Ia menambahkan bahwa model ini dapat memastikan kesejahteraan pekerja terjamin tanpa menghilangkan fleksibilitas yang dibutuhkan industri.
Pembentukan Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional yang dijanjikan Prabowo diharapkan dapat menjadi forum ideal untuk mendiskusikan reformasi sistem outsourcing. Dr. Ariesta berpendapat bahwa forum ini berpotensi menjembatani kepentingan pekerja dan pengusaha.