VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Ditengah perdebatan rencana penghapusan sistem tenaga alih daya (outsourcing) oleh Presiden Prabowo Subianto, digitalisasi sistem ketenagakerjaan muncul sebagai solusi potensial untuk mengatasi masalah dalam praktik outsourcing di Indonesia. Pakar teknologi ketenagakerjaan menyarankan pengembangan platform digital terpadu untuk pendaftaran dan monitoring.
Pakar teknologi ketenagakerjaan dari Institut Teknologi Bandung mengusulkan pemanfaatan teknologi untuk memastikan transparansi hubungan kerja dan menjamin hak-hak pekerja outsourcing.
“Sistem digital dapat memastikan bahwa hak-hak pekerja outsourcing terpenuhi, termasuk jaminan sosial, upah layak, dan perlindungan dari praktik eksploitatif,” kata Dr. Farid Wibowo pada Rabu (7/5/2025).
Baca Juga: Dilema Reformasi Outsourcing: Mencari Keseimbangan Antara Kepentingan Buruh dan Industri
Ia menambahkan bahwa teknologi dapat menjadi alat yang efektif untuk meningkatkan transparansi dalam hubungan kerja.
Menurut Dr. Farid, transparansi dan akuntabilitas yang ditawarkan oleh sistem digital dapat menjadi solusi untuk mengatasi praktik-praktik tidak sehat dalam outsourcing tanpa harus menghapus sistemnya secara total. Ia menjelaskan bahwa teknologi blockchain, misalnya, dapat digunakan untuk memastikan kontrak kerja terdata dengan baik.
Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani menyambut baik gagasan penerapan teknologi dalam reformasi sistem outsourcing. Menurutnya, upaya meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam praktik outsourcing patut didukung.
Dengan menekankan pentingnya kolaborasi antar pemangku kepentingan, Shinta mengusulkan dialog konstruktif untuk mencari solusi terbaik bagi semua pihak.
“Kami mendukung upaya meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam praktik outsourcing,” ujarnya.
Ia menekankan perlunya dialog konstruktif antara pemerintah, pengusaha, dan serikat buruh dalam merumuskan solusi yang mengakomodasi kepentingan semua pihak.
Baca Juga: Serikat Buruh Waspada “Cedera Janji” Prabowo dalam Penghapusan Outsourcing
Serikat buruh juga melihat potensi digitalisasi sebagai langkah positif, meskipun tetap menekankan pentingnya pengawasan dan regulasi yang kuat. Binson Purba, Ketua Umum FSB KSKI-KSBSI, berpendapat bahwa teknologi bisa membantu, namun tetap membutuhkan pengawasan.
Binson meragukan efektivitas sistem digital tanpa didukung pengawasan dan penegakan hukum yang konsisten terhadap praktik outsourcing di lapangan.
“Teknologi bisa membantu, tetapi kita tetap membutuhkan pengawasan yang ketat,” kata Binson.
Ia menegaskan bahwa tanpa adanya sanksi tegas dan pengawasan yang konsisten, sistem digital apapun tidak akan mampu mengatasi permasalahan mendasar dalam praktik outsourcing.
Kementerian Ketenagakerjaan dikabarkan sedang menyusun kajian mengenai implementasi sistem digital terpadu dalam tata kelola outsourcing, sebagai bagian dari evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan ketenagakerjaan. Dr. Farid menjelaskan bahwa sistem yang direncanakan akan mencakup basis data nasional pekerja outsourcing.