VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya berhasil mengungkap jaringan pembukaan rekening fiktif yang digunakan untuk menampung hasil kejahatan penipuan daring (online scam) di Kamboja. Modus ini diketahui menyasar warga negara Indonesia (WNI) sebagai korban utama.
Wakil Direktur Reserse Siber Polda Metro Jaya, AKBP Fian Yunus, menyebutkan bahwa dalam kasus ini pihaknya menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yakni DA, A, dan MP. Namun, tersangka MP saat ini masih berstatus buron atau masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Fian menjelaskan, praktik ilegal ini pertama kali terdeteksi pada Agustus 2024. Saat itu, DA bersama rekannya IA diketahui membuat rekening bank dan akun mobile banking secara daring dengan menggunakan identitas orang lain.
Baca Juga: Menteri Karding Siapkan Langkah Percepatan Roster Pekerja Migran Terserap ke Korsel
“Para pelaku menyiapkan ponsel yang sudah dipasang kartu SIM aktif serta email, lalu mendaftarkan NIK milik orang lain untuk membuka rekening secara online,” ujar Fian saat konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jumat.
Dalam setiap pembuatan satu akun rekening dan mobile banking, DA mendapatkan imbalan sebesar Rp1 juta dari MP. Satu perangkat ponsel bahkan bisa memuat hingga enam akun m-banking dari berbagai bank.
Selanjutnya, perangkat-perangkat tersebut, lengkap dengan username dan password, dikirimkan ke Kamboja atas perintah MP. Rekening-rekening tersebut digunakan sebagai sarana untuk menampung dana hasil penipuan daring.
Baca Juga: Kembali Viral, 4 WNI Asal Binjai Terlantar di Kamboja
“DA melaksanakan semua kegiatan berdasarkan perintah dari MP. Seluruh biaya operasional pun ditanggung oleh MP,” tambahnya.
Fian menyebut, DA dan IA telah mengirimkan sebanyak 32 unit ponsel ke Kamboja dalam empat pengiriman, dengan bayaran sekitar 200 dolar AS untuk setiap pengiriman.
Pengungkapan kasus ini merupakan hasil penyelidikan intensif yang dilakukan tim Direktorat Reserse Siber, yang akhirnya menangkap para tersangka di wilayah Jakarta Pusat pada 10 April 2025.
Akibat perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 46 juncto Pasal 30, Pasal 48 juncto Pasal 32, dan Pasal 51 juncto Pasal 35 dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), sebagaimana telah diperbarui dengan UU Nomor 1 Tahun 2024.
Selain itu, mereka juga dikenakan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana, serta Pasal 3, 4, dan 5 dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 terkait Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Para pelaku terancam hukuman penjara hingga 12 tahun dan denda maksimal sebesar Rp12 miliar.*