JAKARTA,AKUUPDATE.ID-Pembangunan kawasan pariwisata prioritas nasional perlu dilakukan percepatan dari berbagai sisi, termasuk perbaikan pelayanan publik berbasis teknologi. Selain infrastruktur teknologi yang harus memadai, setiap kawasan wisata perlu menonjolkan ciri khas budaya masing-masing daerah.
Deputi bidang Pelayanan Publik Kementerian PANRB Diah Natalisa mengungkapkan, dukungan pembangunan infrastruktur teknologi bisa mengembangkan layanan publik yang kolaboratif di daerah wisata tersebut. Kolaborasi yang dimaksud adalah meliputi masyarakat setempat, pelaku usaha, maupun pemerintah.
Kerja sama setiap pemangku kepentingan di daerah wisata bisa dimulai dari proses penyusunan standar pelayanan, implementasi, pengawasan, hingga monitoring dan evaluasi.
Baca Juga : Menparekraf Ingin Event Skala Nasional Lebih Banyak di Bali
“Sehingga pelayanan yang diberikan tidak hanya memenuhi standar pelayanan dan kebutuhan masyarakat, tetapi bisa pula berinovasi menonjolkan kekayaan budaya masing-masing daerah,” ungkap Diah, dalam FGD bertajuk Transformasi Pelayanan Publik dalam Upaya Mewujudkan Smart City di Kawasan Pariwisata Prioritas Nasional dan Ibu Kota Negara Baru, Senin (15/02).
Pada tahun 2020, Kementerian PANRB bersama GIZ Transformasi, organisasi asal Jerman, telah melakukan peninjauan kesiapan layanan publik di daerah wisata untuk pemulihan ekonomi. Beberapa area wisata yang ditinjau adalah Candi Borobudur, Taman Nasional Komodo, serta Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Hasilnya, seluruh wisata telah menerapkan protokol kesehatan dan ketentuan dari World Health Organization (WHO) dan World Travel and Tourism Council (WTTC). Namun ada beberapa aspek penyelenggaraan pelayanan publik yang belum tercermin atau memerlukan perbaikan lebih lanjut.
“Perlu adanya pelatihan bagi pegawai, penegakan kepatuhan, dan pengelolaan sampah dari limbah berbahaya,” tutur Diah.
Baca Juga : Menparekraf Gandeng Kadin Kembangkan 5 Destinasi Super Prioritas
Memang perlu diakui, ada keterbatasan dalam pendanaan kawasan wisata tersebut. Khususnya pada penyediaan sarana prasarana wajib, terutama untuk yang dikelola langsung oleh masyarakat. Diah menambahkan, pengelola wisata perlu strategi komunikasi dan mekanisme koordinasi yang efektif untuk memastikan penerapan protokol kesehatan.
Sementara untuk membangun ibu kota negara baru, Diah menyampaikan smart governance menjadi salah satu pondasi smart city. Dibutuhkan pengelolaan pemerintahan dan layanan publik secara lebih cepat, efisien, efektif, responsif, komunikatif, dan terus meningkatkan kinerja birokrasi melalui inovasi dan adopsi teknologi.
Dari aspek kebijakan pelayanan, perlu penyusunan regulasi khusus untuk kawasan pariwisata prioritas nasional dan ibu kota negara baru. Sementara dari aspek sarana prasarana, diperlukan penyediaan fasilitas ramah difabel, sarana internet atau hotspot, serta sarana pendorong transformasi digital pada layanan publik prima.
“Sementara dari sisi inovasi, perlu dilakukan replikasi inovasi tentang pariwisata dan integrasi layanan atau smart city dari pemenang kompetisi pelayanan publik di kawasan pariwisata prioritas nasional dan ibu kota negara baru,” tutupnya.(*)