VOICEINDONESIA.CO, Bandarlampung – Provinsi Lampung teridentifikasi sebagai salah satu wilayah rawan perekrutan pekerja migran ilegal dengan 67 kasus pencegahan calon PMI nonprosedural berhasil digagalkan sepanjang 2023-2025. Data ini menunjukkan tingginya risiko praktik migrasi ilegal di daerah tersebut.
Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding menyoroti kerentanan masyarakat Lampung terhadap praktik migrasi nonprosedural.
“Temuan ini menunjukkan adanya upaya aktif, namun juga mengindikasikan tingkat kerentanan yang cukup tinggi terhadap praktik migrasi ilegal, khususnya melalui jalur-jalur tidak resmi di Lampung,” ungkap Karding saat memberikan keterangan di Bandarlampung, Jumat (16/5/2025).
Baca Juga: Karding Desak Aparat Terapkan Pendekatan Adaptif Atasi Pmi Ilegal
Menteri P2MI itu mengidentifikasi faktor-faktor yang membuat Lampung menjadi sasaran empuk perekrutan ilegal.
“Kerawanan terhadap perekrutan Ilegal terhadap jumlah PMI yang besar, ditambah dengan kondisi sosial, ekonomi yang menantang, menjadikan Lampung daerah sasaran bagi jaringan perekrutan non prosedural, sehingga hal ini harus dicegah dan menjadi perhatian bagi pemangku kepentingan di provinsi ini,” kata Karding.
Ia juga menjelaskan modus operandi yang digunakan oleh para agen ilegal.
Baca Juga: Pemerintah Gandeng Unila Untuk Tingkatkan Kualitas CPMI
“Sebab, besar kemungkinan agen atau oknum kerap menyusup ke desa-desa dengan menawarkan pekerjaan cepat tanpa prosedur resmi, memanfaatkan kurangnya literasi migrasi masyarakat di Lampung,” jelasnya.
Berdasarkan data KP2MI, Lampung merupakan salah satu daerah asal utama PMI dengan jumlah penempatan mencapai 81.097 layanan dalam kurun waktu 2020-April 2025. Menteri Karding memaparkan profil PMI asal Lampung berdasarkan data tersebut.
“Komposisi pekerja migran didominasi oleh perempuan dan mayoritas sudah menikah, yang berarti banyak dari mereka meninggalkan anak dan keluarga. Motivasi ekonomi dan terbatasnya pilihan kerja formal di dalam negeri menjadi pendorong utama,” kata dia.
Menteri P2MI itu memperingatkan bahaya dari praktik perekrutan ilegal yang dapat berujung pada TPPO.
“Potensi TPPO dan eksploitasi migrasi non prosedural tidak hanya melanggar hukum. Tetapi juga berisiko tinggi terhadap TPPO, termasuk eksploitasi seksual dan kerja paksa,” tegas Karding.
Ia juga menyoroti kerentanan perempuan dalam praktik migrasi ilegal.
“Korbannya sebagian besar perempuan, yang rentan mengalami kekerasan dan kehilangan akses terhadap keadilan serta perlindungan hukum karena status keimigrasian mereka tidak tercatat secara sah,” pungkasnya.