JAKARTA,AKUUPDATE.ID – Front Pembela Islam (FPI) kembali menggelar aksi dengan mengunakan simbol angka. Kali ini aksi demonstrasi yang digelar mengambil judul Aksi 1812, dengan agenda menuntut dibebaskannya pemimpin mereka Habib Riziq Sihab. Aksi ini berlangsung kisruh, dan dibubarkan oleh aparat kepolisian.
Pembubaran tersebut bukan tanpa alasan dan peringatan. Mengingat peningkatan jumlah pasien penderita COVID-19 di wilayah DKI Jakarta yang semakin hari jumlah angka positif terus bertambah, Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol. Fadil Imran menegaskan tidak akan mengijinkan digelarnya Aksi 1812 di wilayahnya.
Baca Juga : Tokoh Masyarakat Banten Berikan Dukungan Kepada Polri
Fadil mengutip istilah yang sering diutarakan Presiden Joko Widodo dan Kapolri, “salus populi suprema lex,”. Artinya keselamatan masyarakat adalah hukum tertinggi.
Senada dengan ungkapan Latin di atas, ternyata Agama Islam juga mengajarkan hal serupa. Ini disampaikan oleh Ustaz Dasad Latif, yang mengatakan, “tujuan hadirnya hukum itu disebut maqashid syariah, dan mawashid Syariah terdiri dari lima, dan yang paling utama adalah hfdzun nafs, memelihara jiwa, artinya sesuatu kegiatan diharamkan hukumnya apabila mengancam jiwa kita ”.
Dasad menambahkan, upacara keagamaan seperti Ibadah Haji, Sholat Idul Fitri serta Idul Adha saja pada 2020 ini saja ditiadakan, tujuannya untuk memelihara keselamatan jiwa manusia.
Memelihara jiwa artinya tidak menempatkan diri sendiri dan orang lain, di dalam posisi yang mengancam jiwa masing-masing.
Baca Juga : Berikan Imbauan Prokes, Ditsamapta Polda Banten Rutin Laksanakan Patroli Dialogis
Menggelar aksi demonstrasi, tentunya dapat dipastikan akan mengundang krumunan orang banyak. Di tengah pandemi COVID-19, menurut Ahli Epidemilogi dari Universitas Indonesia membuka peluang besar bagi penyebaran COVID-19. Hal itu sangatlah membahayakan jiwa manusia.
Oleh karena itu, sejalan dengan ajaran agama juga hukum yang berlaku, aksi demonstrasi yang digelar di tengah-tengah situasi seperti sekarang ini, jelas tidak dibenarkan. Komunikolog Indonesia, Emrus Sihombing mengatakan, pelarangan terhadap Aksi 1812 merupakan bentuk kasih sayang pemerintah terhadap warga negaranya. Pemerintah tidak mau keselamatan jiwa warganya terancam. (rls/red)