VOICEIndonesia.co, Jakarta – Seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Lamongan tidak mendapatkan gaji selama 9 tahun kerja di negeri jiran, Malaysia.
“Assalamualaikum pak Presiden Prabowo. Saya atas nama ibu Mukdiyani saya mau minta tolong, saya kerja di Malaysia hampir 9 tahun. Kena penjara 6 bulan. Tidak dapet gaji, majikan saya tidak bertanggung jawab. Tidak dikasih beli tiket. Saya sampai ngemis di tempat penjara, nangis-nangis minta beli tiket. Saya minta tolong kepada sampean (Prabowo) bagaimana saya bisa mendapat gaji. Saya ini orang susah pak,” kata Mukdiyani kepada VOICEIndonesia.co, melaui video yang berdurasi 1.26 detik, Selasa (15/10/2024).
Mukdiyani (53) awalnya pergi bekerja ke Malaysia pada tahun 2013 ketika diajak oleh teman sekampungnya bernama Ummatul Khoiriyah yang saat itu mau cuti dan mencari PMI yang mau bekerja sebagai pekerja rumah tangga (PRT).
Proses pemberangkatan Mukdiyani juga dibiayai oleh majikannya bernama H. Adnan. Mukdiyani sebelum berangkat dijanjikan akan menerima gaji sebesar RM 500.
Baca Juga: Sisa Gaji 3 ABK Belum Dibayar, Tim Advokasi SBMI Datangi Kemenhub
Ummatul menginformasikan dirinya yang pada saat itu sedang cuti kerja dimintai oleh Haji Adnan untuk mengajak calon pekerja migran yang mau bekerja sebagai PRT di Malaysia. Diinformasikan juga semua kebutuhan proses dan pembuatan dokumen akan ditanggung oleh calon majikannya. Gajinya ditentukan sebesar RM 500 atau setara dengan Rp.1.800.000 (satu juta delapan ratus ribu rupiah) perbulan.
Selama bekerja, Mukdiyani sempat mendapatkan uang dari majikan laki-laki bernama H Adnan. Namun setelah majikan laki-lakinya meminggal ia tidak pernah mendapatkan gaji lagi.
“Di rumah besar itu dia harus melayani kebutuhan 5 anak majikan: 3 perempuan, 2 laki-laki selama 9 tahun 4 bulan. Anehnya selama itu dia sama sekali tidak pernah menerima gaji. Sekali-kalinya menerima uang pada saat H. Adnan yang bekerja di Imigrasi masih hidup. Kadang dikasih 1000 ringgit, pernah 500 Ringgit,” dikutip dari keterangan tertulis Persatuan Buruh Migran perihal permohonan bantuan hukum untuk pemenuhan gaji Mukdiyani.
Adapun gaji yang harus diterima RM 700 perbulannya. Totalnya 75.600 ringgit ditambah 28.000 ringgit.
Mukdiyani juga mengaku bahwa handphone miliknya disita oleh majikan karena dianggep cerewet oleh majikan dalam meminta gaji.
Kemudian pada 22 April 2022, putra dari Mukdiyani yang bernama Ali Fatoni mengadu ke KJRI Ipoh.
Baca Juga: Dirjen Imigrasi sebut kurang lebih 500 orang telah ajukan Golden Visa
Pasca aduan tersebut, Polisi Diraja Malaysia mendatangi rumah majikan dan memeriksa Mukdiyani.
Hasil pemeriksaan polisi mengatakan Mukdiyani tidak memiliki dokumen yang cukup, tidak punya permit, tidak punya paspor dan visa resmi.
Mukdiyani heran karena pada saat majikan laki-laki masih hidup. Semua dokumennya lengkap.
Setelah pemeriksaan, Mukdiyani ditahan selama 6 bulan.
Mukdiyani dipulang paksa dari Malaysia pada 27 Juli 2022 melalui Bandara Soekarno-Hatta.
Ketua umum Persatuan Buruh Migran, Anwar Ma’arif mengatakan bahwa apa yang dialami oleh Mukdiyani sangat memprihatinkan.
“Saya ikut sedih ya 9 tahun bekerja tapi tidak digaji, inikan keterlaluan sekali. Oleh karenanya kami mengajukan lagi kepada Kementerian Luar Negeri, Kepala Kedutaan Besar Republik Indonesia melalui Direktorat pelindungan WNI agar diperjuangkan hak gajinya sebesar RM 78.400 atau setera dengan Rp267.636.165,” kata Anwar Ma’arif dikonfirmasi pada Selasa (15/10/2024)
Anwar Ma’arif menjelaskan bahwa pihaknya telah melapor kepada Kedutaan Besar Indonesia (KBRI) untuk Malaysia, Hermono. Namun surat yang di sampaikan mendapatkan disposisi ke Atase Ketenagakerjaan,Anwar Ma’arif menjelaskan belum mengetahui perkembangan selanjutnya.
Anwar Ma’arif juga mengatakan bahwa layanan pelindungan PMI belum maksimal dari pemerintah Indonesia dalam penanganan Permasalahan PMI di Luar Negeri.
“Jadi selain sedih dan memperlihatkan nasib yang dialami Ibu Mukdiyani, saya juga melihat layanan Pelindungan PMI yang dilaksanakan oleh pemerintah masih belum maksimal. Salah satu buktinya ibu Mukdiyani bisa pulang tanpa mendapatkan gaji selama 9 Tahun. Menteri dan Kepala BP2MI kabinet Prabowo-Gibran harus bisa menyelesaikan masalah yang dialami oleh Ibu Mukdiyani,” ujar Anwar Ma’arif.