VOICEINDONESIA.CO, Mojokerto – Jelang Hari Raya Idul Fitri, sindikat pencetak dan pengedar uang palsu (upal) ditangkap petugas Satreskrim Polres Mojokerto. Dari penggerebekan bisnis uang palsu ini, polisi menyita upal pecahan Rp 100.000 senilai Rp 403,25 juta, serta upal pecahan Rp 50.000 senilai Rp 14,4 juta.
Selain itu, ditemukan juga sejumlah alat produksi, termasuk mesin fotokopi, printer, tinta magnet, hingga peralatan sablon.
Terkuaknya sindikat pembuat dan pengedar uang palsu ini bermula dari tertangkapnya pengedar upal di Desa Awang-Awang, Mojosari pada tanggal 9 Februari 2025 lalu yakni Untung Wijaya (60) tahun Warga Kabupaten Jombang.
Ia diringkus ketika menjual upal pecahan 50 ribu sebanyak 56 lembar kepada seorang pelanggan. Tersangka mengaku mendapat upal dari Siswandi (47) Warga Griya Permata Meri.
Untung Wijaya membeli upal tiga juta rupiah dengan harga satu juta rupiah. Setelah ditelusuri, tersangka Siswandi mendapat pasokan upal dari Wijaya Ariefianto (49), Warga Kota Mojokerto.
Diketahui Tersangka Wijaya Ariefianto merupakan pecatan ASN Disdukcapil Mojokerto.
Dari empat tersangka sebelumnya, polisi menggerebek sebuah rumah di Desa Jambuwok , Mojokerto. Disana polisi kembali menemukan peralatan cetak dan bahan baku kertas upal.
Baca juga: Pengelolaan Sampah jadi Prioritas, Pemerintah Siapkan Langkah Strategis
Kasat Reskrim Polres Mojokerto, AKP Nova Indra Pratama mengatakan dalam menjalankan aksinya, komplotan ini menyewa sebuah rumah di Desa Jambuwok, Trowulan, Mojokerto sebagai tempat produksi. Rumah itu disewa oleh Utama, yang juga bertanggung jawab atas penyediaan peralatan cetak dan bahan baku kertas upal.
“Kasus ini terungkap dari tertangkapnya salah satu pelaku di Desa Awang-Awang , Mojosari pada tanggal 9 Februari 2025 lalu, dari sejumlah tersangka memiliki peran berbeda,” terang Nova Indra Pratama.
Nova menambahkan, tidak main-main pembuatan upal ini didukung dengan dana besar. Hadi Mulyono, Warga Surabaya dan David Guntala , Warga Palemwatu Gresik merupakan pemodal sebesar Rp200 juta untuk memproduksi uang palsu tersebut.
Agar hasil uang palsu tampak meyakinkan, komplotan ini merekrut seorang desainer khusus bernama Fauzi. Setelah desain selesai, Stanislaus bertugas mencetak dan memotong upal hingga siap diedarkan.
Produksi uang palsu ini tak hanya dilakukan oleh satu atau dua orang, tetapi melibatkan rantai distribusi yang panjang. Setelah uang palsu dicetak, mereka diedarkan oleh Untung dan Siswadi di Mojokerto.
“Di rantai terakhir, Utama memberdayakan Untung dan Siswadi untuk mengedarkan upal di Mojokerto,” terang Nova.
Kini, delapan anggota komplotan ini harus mendekam di Rutan Polres Mojokerto. Mereka dijerat dengan Pasal 244 dan 245 KUHP tentang pemalsuan uang, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.(joe)