VOICEINDONESIA.CO, Badung – Kantor Imigrasi Ngurah Rai menggandeng aparat pemerintah daerah untuk memperkuat pengawasan terhadap warga negara asing (WNA), khususnya yang menginap di penginapan ilegal atau tidak berizin di wilayah Kabupaten Badung, Bali.
“Kami membuka jalur komunikasi melalui grup koordinasi lintas instansi,” ujar Kepala Bidang Intelijen dan Penindakan Keimigrasian (Inteldakim) Ngurah Rai, Raja Ulul Azmi Syahwali, dalam rapat tim pengawasan orang asing di Kuta, Rabu (30/7/2025).
Ia mengatakan sejumlah tantangan pengawasan masih terjadi, antara lain WNA yang tinggal di vila ilegal, perilaku mabuk, hingga pelanggaran aturan keimigrasian lainnya.
Baca Juga: Kelas Migran di Kampus Siapkan Mahasiswa Jadi Pekerja Profesional
Untuk itu, sinergi antarinstansi dinilai krusial agar pengawasan berjalan efektif, termasuk dalam merespons laporan dari berbagai pihak secara cepat.
Raja menekankan pentingnya pelaporan keberadaan WNA oleh pengelola tempat menginap melalui aplikasi pelaporan orang asing (Apoa), sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Selain Apoa, kanal Layanan Data Keimigrasian (LDK) juga menjadi alat bantu bagi instansi dalam memperoleh data yang akurat dan efisien untuk pengawasan.
Baca Juga: CPMI Wajib Pahami Literasi Migrasi Agar Tak Terjebak Calo
Ia menambahkan, penurunan okupansi hotel saat ini diduga berkaitan dengan menjamurnya vila dan penginapan yang beroperasi tanpa izin resmi.
Selama kuartal pertama 2025, Kantor Imigrasi Ngurah Rai telah melakukan 402 Tindakan Administratif Keimigrasian (TAK), termasuk 135 kasus deportasi dan 121 pendetensian. Sebagian besar kasus berkaitan dengan overstay atau melebihi masa tinggal yang diizinkan.
“Pengawasan orang asing tidak bisa dilakukan sendiri, tetapi memerlukan keterlibatan aktif seluruh unsur, baik pemerintah, aparat keamanan, maupun masyarakat,” ujarnya.
Wilayah kerja Kantor Imigrasi Ngurah Rai mencakup Kuta, Kuta Utara, dan Kuta Selatan di Kabupaten Badung.
Sebagai informasi, WNA yang melanggar aturan keimigrasian dapat dikenai sanksi berupa deportasi, serta denda beban Rp1 juta per hari jika masih berada di Indonesia setelah izin tinggalnya habis kurang dari 60 hari.
Jika lebih dari 60 hari dan tidak membayar denda, maka yang bersangkutan akan dideportasi dan masuk daftar penangkalan.