VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) menagih janji Presiden Prabowo untuk menindak tegas pelaku importir ilegal. Mereka meminta agar pemerintah segera memberantas impor ilegal yang terus menghancurkan industri nasional.
Presiden KSPN Ristadi mengatakan bahwa komitmen Presiden Prabowo yang dijanjikan saat demo 1 Juni 2025 lalu di Istana Negara belum sepenuhnya terwujud.
“Presiden Prabowo saat itu berkomitmen menindak tegas pelaku impor ilegal, termasuk akan membakar kapal-kapal penyelundup dan merevisi Permendag No 8/2024. Namun hingga kini, komitmen itu belum sepenuhnya terwujud,” ujar Ristadi di Jakarta pada Rabu (29/10/2025).
Baca Juga: Aksi Buruh 30 Oktober, Korlantas Imbau Warga Jakarta Hindari Jalur Senayan–DPR
Ristadi pun membongkar celah baru dalam revisi Permendag 8/2024 yang diklaim positif. Ia mengungkap praktik curang perusahaan importir di kawasan berikat yang diperbolehkan menjual barang impor di pasar domestik, membuat produk lokal semakin terjepit.
“Dengan demikian selain barang impor ilegal, barang import legal pun dengan praktik seperti itu akan ikut menekan barang-barang produsen industri dalam negeri,” tegas Ristadi.
Baca Juga: Pemerintah Pastikan Pembahasan UMP 2026 Bakal Libatkan Buruh Hingga Pengusaha
Ia menilai banjir impor ilegal selama satu dekade terakhir telah memicu gelombang PHK masif dan penutupan pabrik di berbagai daerah. Industri nasional terpuruk karena kalah bersaing dengan barang impor murah yang sebagian besar ilegal, sementara pemerintah hanya menonton tanpa aksi konkret.
Ia menuntut Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa untuk membuktikan janjinya dengan membereskan Bea Cukai yang dituding sebagai ‘sarang’ praktik penyimpangan importasi.
“Ketika terjadi praktik penyimpangan importasi dan impor ilegal terus merajalela, maka kami meyakini ada yang tidak beres dengan bea cukai dalam mengatur arus impor,” tukas Ristadi.
KSPN mengusulkan lima tuntutan, termasuk mendesak aparat penegak hukum mengusut dan menghukum pelaku impor ilegal baik dari kalangan swasta maupun pejabat yang terlibat. Mereka juga meminta DPR menjalankan fungsi pengawasan dengan serius, bukan menjadi penonton di tengah industri lokal yang pelan-pelan mati.
 
  
  
 
 
 