VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Pemerintah “ngotot” untuk memaksimalkan potensi panas bumi (geothermal) termasuk yang sumberdayanya berada di hutan warisan dunia yang sudah ditetapkan oleh UNESCO. Potensi panas bumi mencapai 5 Gigawatt (GW) yang akan digarap termasuk di dalam area Tropical Rainforest Heritage of Sumatra (TRHS) yang berdasarkan regulasi tidak boleh dialihfungsikan. Namun, pemerintah tidak menyerah dan berencana mengkaji pengembangan potensi panas bumi di sana.
Direktur Jendral Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Kehutanan, Satyawan Pudyatmoko, mengungkapkan bahwa panas bumi berdasarkan aturan UNESCO merupakan bagian dari kegiatan tambang. Sementara menurut regulasi di Indonesia, panas bumi merupakan kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan.
“Aturan UNESCO berbeda dengan aturan yang ada di Indonesia. Menurut UNESCO, geothermal tidak boleh dilakukan di warisan dunia di TRHS karena geothermal dianggap sebagai mining. Sementara di aturan Indonesia, geothermal itu bukan mining tapi pemanfaatan jasa lingkungan,” jelas Satyawan, di sela-sela acara IIGCE 2021, di Jakarta, Rabu (17/9/2025).
Potensi panas bumi terdeteksi di beberapa wilayah yang termasuk di dalam THRS antara lain Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Kerinci Seblat serta Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Pemerintah Indonesia saat ini tengah mengajukan untuk mengubah batas dari THRS ke UNESCO. Diharapkan jika disetujui maka bisa memuluskan langkah untuk bisa kembangkan panas bumi di sana. “Kami baru mengajukan yang namanya Boundary Modification jadi modifikasi batas TRHS,” ungkap Satyawan.
Pemerintah menargetkan tahun segera ada keputusan dari UNESCO sehingga tahun 2027 nantinya wilayah yang sudah dikeluarkan dari warisan dunia itu bisa langsung digarap menjadi Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) dan ditawarkan ke pelaku usaha.
Wilayah yang diajukan oleh pemerintah untuk dicoret dari TRHS adalah Suoh dan Sekincau di Lampung. Wilayah tersebut dinilai sudah tidak lagi memenuhi syarat untuk dikatakan sebagai TRHS atau warisan dunia karena beberapa faktor, misalnya kondisi atau keberagaman flora dan fauna.
“Kalau TRHS itu kan bentuk hutannya masih sangat bagus gitu ya lalu masih ada Harimau atau gajahnya atau orang utannya Nah yang di Sekincau itu bentuknya sudah bukan seperti itu lagi,” kata Satyawan.
Ketika Sekincau dikeluarkan dari TRHS, Satyawan menegaskan bahwa pemerintah berjanji bakal mencarikan wilayah lain sebagai penggantinya.
“Sehingga ini kita keluarkan dan kita cari ganti kita ganti untuk menambah lagi, jangan sampai TRHS-nya berkurang enggak boleh tetap enggak boleh berkurang tetapi karena ini ada kondisi yang sudah tidak memungkinkan lagi jadi Warisan dunia, sebagian kecil ya kita keluarkan dan kebetulan disitu ada potensi panas bumi bisa digunakan,” jelas dia.