VOICEINDONESIA.CO, Kendari – Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Sulawesi Tenggara menegaskan pentingnya penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) secara legal dan sesuai prosedur sebagai langkah pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Pesan tersebut disampaikan Kepala BP3MI Sulawesi Tenggara, La Ode Askar, saat menghadiri kegiatan Koordinasi dan Sinkronisasi Implementasi Program Kebijakan dan Kegiatan Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan bertema “Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang di Wilayah Sulawesi Tenggara”, di Hotel Fortune, Kendari, Selasa (21/10/2025).
Kegiatan yang digelar oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Sultra ini dibuka oleh Sekretaris Daerah Provinsi Sultra, Asrun Lio, dan dihadiri sekitar 50 peserta dari berbagai organisasi perangkat daerah (OPD)serta pemangku kepentingan terkait.
Baca Juga: Pemerintah Janjikan Program Pelatihan untuk 500 Ribu Tenaga Kerja
Dalam sambutannya, Asrun Lio menegaskan bahwa kegiatan ini sejalan dengan visi Presiden RI untuk memperkuat pembangunan sumber daya manusia, ilmu pengetahuan, teknologi, pendidikan, kesehatan, prestasi olahraga, kesetaraan gender, serta pelindungan terhadap perempuan dan anak.
Sementara itu, La Ode Askar menjelaskan bahwa Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) dan BP3MI memiliki peran strategis dalam upaya pencegahan TPPO.
“Penempatan PMI harus dilakukan secara legal dan melalui skema resmi yang telah ditetapkan pemerintah. Hal ini penting agar calon pekerja migran tidak menjadi korban perdagangan orang,” tegasnya.
Baca Juga: Selain Gaji Setara UMK, Peserta Magang Nasional 2025 Bakal Dapat Ini
Lebih lanjut, La Ode mengungkapkan bahwa modus operandi TPPO dalam penempatan PMI kini semakin beragam, mulai dari modus konvensional, propaganda di media sosial, lembaga pelatihan kerja ganda, hingga perusahaan penempatan ilegal.
Ia juga menekankan pentingnya pemahaman terhadap Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, sebagai dasar hukum dalam perlindungan dan penindakan kasus TPPO.
Baca Juga: Selain Gaji Setara UMK, Peserta Magang Nasional 2025 Bakal Dapat Ini
Dalam penanganan TPPO, kata La Ode, dibutuhkan kolaborasi erat antara Polri, masyarakat, dan pemerintah. Strategi yang diterapkan meliputi:
- Langkah pre-emptif melalui sosialisasi dan edukasi,
- Langkah preventif untuk mencegah pelintasan ilegal,
- Langkah represif dengan penegakan hukum tegas, serta
- Program rehabilitasi untuk memulihkan kondisi para korban.
“Upaya pencegahan perdagangan orang bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi juga masyarakat. Semua pihak harus aktif melindungi pekerja migran dari praktik ilegal,” tutup La Ode Askar.