Jumhur menyoroti bahwa bahaya biologis masih menjadi ancaman nyata bagi para pekerja, khususnya di sektor kesehatan, pertanian, peternakan, dan perkebunan. Banyak dari mereka belum mendapatkan perlindungan maksimal terhadap risiko paparan zat berbahaya.
Sementara itu, pekerja platform digital seperti pengemudi ojek daring dan kurir aplikasi menghadapi tantangan hukum dan perlindungan sosial yang belum diakomodasi secara memadai oleh regulasi nasional.
“Dunia sedang bergerak ke arah digital, tapi kerangka hukum dan perlindungan buruh tertinggal jauh. Di sinilah perlunya keberanian untuk menyusun regulasi baru yang adil, adaptif, dan tidak berat sebelah,” ujarnya.
Dalam isu formalisasi pekerja informal, ia mengkritik kebijakan ketenagakerjaan di dalam negeri yang justru mendorong pekerja formal masuk ke sektor informal akibat maraknya sistem kerja kontrak jangka pendek, praktik outsourcing, dan lemahnya perlindungan atas keberlangsungan pekerjaan.
ILC ke-113 ini dianggap sebagai ruang strategis bagi buruh Indonesia untuk menyuarakan koreksi atas arah kebijakan nasional dan mendorong negara kembali pada mandat konstitusional yang menjamin keadilan sosial dan kesejahteraan pekerja.