VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) menyoroti ketimpangan keuntungan antara rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) dan rokok filter. Wakil Ketua Umum FSP RTMM-SPSI, Andreas Hua menyebut margin produksi SKT masih lebih menguntungkan dibanding produk dengan filter.
Menurutnya, pungutan negara terhadap SKT lebih rendah sehingga perusahaan masih dapat memperoleh keuntungan yang cukup. Kondisi ini berbeda jauh dengan rokok filter yang disebut tidak lagi menyisakan margin memadai bagi pabrik.
“Masih untung yang SKT yang tanpa filter itu, pungutan negara masih di angka 45-50%. Jadi marginnya masih ada. Ya, itu profitnya masih lebih gede,” kata Andreas di Jakarta, Senin (8/9/2025).
Baca Juga: Kenaikan Cukai Rokok Picu PHK di Gudang Garam
Ia menuturkan bahwa dalam perhitungan kasar, pabrik rokok masih bisa mendapatkan Rp3 hingga Rp4 per batang dari SKT. Namun pada produk filter, keuntungan hampir tidak ada kecuali jika volume produksinya sangat besar.
“Istilah saya, karena saya sudah lama di pabrik rokok, saya bisa ngitung kalau yang kretek SKT, per batang tuh pabrik bisa dapat Rp3-Rp4. Tapi kalau yang ada filternya ini, 0,0. Itu pun kalau produksinya miliaran batang. Kalau produksinya cuma jutaan, hampir nggak ada,” ujarnya.
Baca Juga: Dukung Asta Cita Prabowo, Polri Perkuat Peran di Pangan dan Penanganan PHK
Andreas menyebut perbedaan margin ini harus menjadi perhatian pemerintah. Ia menilai pekerja yang menggantungkan hidup pada industri rokok justru paling terdampak dari tingginya beban cukai, terutama di segmen produk filter.
Serikat buruh berharap adanya kebijakan yang lebih seimbang agar industri tetap bisa bertahan dan pekerja memperoleh jaminan kesejahteraan.