Cukai Rokok Tak Naik, Ancaman PHK di Industri Tembakau Bisa Ditekan

by Sintia Nur Afifah
0 comments
A+A-
Reset

VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Keputusan Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa untuk tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) disambut positif oleh berbagai elemen dalam industri hasil tembakau (IHT).

Juru Bicara Komunitas Kretek, Rizky Benang menilai kebijakan ini memberikan kepastian bagi jutaan buruh dan petani tembakau yang selama ini dibayangi ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) dan turunnya daya serap terhadap hasil panen.

“Kepastian cukai rokok tidak naik membuat para petani tembakau merasa tenang di tengah masa panen dan harga jual tembakau yang bisa naik-turun karena kebijakan ini. Para buruh hingga pedagang juga bisa bernapas lega,” kata Rizky dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Kamis (2/10/2025).

Baca Juga: Menkeu Targetkan Pertumbuhan Ekonomi 8% Lewat Strategi Sumitronomics

Berdasarkan catatan Kementerian Perindustrian (Kemenperin), ada 6 juta orang yang menggantungkan hidupnya dalam industri hasil tembakau. Seluruhnya terdiri dari petani tembakau dan cengkeh, buruh pabrik, distributor, pedagang, dan pihak terkait lainnya.

Sementara itu, Koordinator Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK), Khoirul Atfifudin mengatakan tingginya tarif cukai membuat peredaran rokok ilegal semakin marak. Alhasil, produk industri resmi tidak terserap oleh pasar karena kalah saing.

Baca Juga: Kenaikan Cukai Rokok Picu PHK di Gudang Garam

“Saat cukai naik, industri rokok ilegal menjamur. Industri legal tak terserap. Ekonomi nasional goyah. Maka, kebijakan tidak menaikkan cukai rokok merupakan solusi untuk memulihkan perekonomian nasional. Baik masyarakat maupun pemerintah sama-sama mendapat manfaat,” ungkap Atfi.

Di sisi lain, Ketua umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan mengapresiasi langkah Menkeu Purbaya. Keputusan itu dinilai bahwa negara hadir untuk melindungi warga negaranya yang mempertaruhkan haknya untuk bekerja.

“Berbagai tekanan regulasi terhadap industri kretek nasional dirasa memberatkan bagi multi-sektor yang terkait. Maka itu, GAPPRI meminta pemerintah perlu berhati-hati dalam mengambil kebijakan, mengingat kondisi sosio-ekonomi Indonesia yang memiliki karakteristik berbeda dari negara lain,” tegas Henry.

Henry menegaskan industri kretek merupakan sektor strategis nasional yang mempekerjakan sekitar 5,8 juta orang, mulai dari petani tembakau, pekerja pabrik, hingga distributor. Namun, sektor ini telah mengalami tekanan berat sejak diterbitkannya sejumlah aturan.

GAPPRI mendorong pemerintah untuk membuka ruang dialog yang inklusif dan transparan guna menciptakan regulasi yang adil dan berimbang, agar tercipta kebijakan yang bukan dominan hanya berorientasi kesehatan masyarakat, yang pada akhirnya mengorbankan sektor lain, tetapi harus adil juga bagi kepentingan pembangunan ekonomi, sosial dan industri.

“Hal ini diperlukan untuk memastikan keberlanjutan industri, melindungi jutaan pekerja, dan menjaga stabilitas perekonomian nasional sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo,” pungkas Henry.

Editorial VOICEIndonesia

Tentang VOICEINDONESIA.CO

LOGO-VOICEINDONESIA.CO-Copy

VOICEIndonesia.co Merupakan Rumah untuk berkarya, Menyalurkan Bakat, Ide, Beradu Gagasan menyampaikan suara Rakyat dari pelosok Negeri dan Portal berita pertama di Indonesia yang secara khusus mengulas informasi seputar Ketenagakerjaan, Juga menyajikan berita-berita Nasional,Regional dan Global . VOICEIndonesia.co dedikasikan bukan hanya sekedar portal informasi berita online biasa,Namun lebih dari itu, menjadi media mainstream online pertama di Indonesia,menekankan akurasi berita yang tepat,cepat dan berimbang , cover both side, reading tourism, user friendly, serta riset.

KONTAK

HOTLINE / WHATSAPP :

Follow VOICEINDONESIA.CO