VOICEINDONESIA.CO, Jakarta –Dua asosiasi besar industri tekstil, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), saling klaim siapa yang paling mewakili industri. Namun pekerja menilai keduanya tidak benar-benar memperjuangkan kepentingan buruh.
Aktivis buruh Agus Priyatna menyampaikan pendapatnya melalui akun X @Priya3229 pada Senin (8/9/2025). Ia menilai narasi besar yang dibangun asosiasi hanya untuk melobi pemerintah.
“API dan APSyFI saling silang klaim siapa yang lebih mewakili industri tekstil. Faktanya, keduanya sama sekali tidak mewakili buruh. Narasi besar yang mereka bangun hanya untuk melobi pemerintah dan mengamankan keuntungan,” tulis Agus.
Baca Juga: APINDO Sebut APSyFI Tak Konsisten Soal Impor Benang
Buruh juga menyoroti penggunaan isu banjir impor dan ancaman pabrik tutup. Menurut mereka, hal itu hanya dijadikan alat untuk menekan pemerintah.
Dalam poster seruan buruh yang beredar pada Senin (08/09/2025) disebutkan, “Mafia Asosiasi Tekstil Bermanuver. Menggunakan narasi negatif seperti banjir impor dan pabrik tutup untuk menekan pemerintah. Insentif fiskal BMAD & BMTP hanya dinikmati segelintir anggota asosiasi, bukan rakyat atau buruh tekstil.”
Baca Juga: 143 Guru Pendidikan Agama Buddha Ikuti PPG Angkatan Tiga
Para pekerja meminta agar kebijakan industri tidak hanya menguntungkan pengusaha. Mereka menekankan bahwa suara buruh juga harus didengar.
Serikat buruh menegaskan bahwa keberlangsungan industri tekstil tidak dapat dilepaskan dari perlindungan pekerja. Mereka mendorong pemerintah untuk memastikan upah layak dan jaminan kerja menjadi bagian dari kebijakan sektor tekstil.