VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa kembali sejumlah tersangka kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) untuk menelusuri aliran dana ke pembelian aset sejak 2019.
“Materi pemeriksaan terkait dengan aset yang dibeli pada kurun waktu tahun 2019 sampai sekarang,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Kamis (10/7/2025).
Pemeriksaan dilakukan terhadap tiga tersangka, yakni Devi Anggraeni, Putri Citra Wahyoe, dan Gatot Widiartono, yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka pada 5 Juni 2025.
KPK mencatat total dana yang dikumpulkan dari praktik pemerasan terhadap pemohon RPTKA mencapai sekitar Rp53,7 miliar dalam periode 2019–2024.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan delapan tersangka, seluruhnya aparatur sipil negara (ASN) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), yaitu Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.
Menurut KPK, para tersangka menyalahgunakan kewenangan dengan mempersulit pengurusan RPTKA, yang merupakan dokumen wajib bagi tenaga kerja asing (TKA) untuk bisa bekerja secara legal di Indonesia.
Tanpa RPTKA, izin kerja dan izin tinggal TKA akan tertunda, bahkan bisa dikenai denda sebesar Rp1 juta per hari.
“Situasi ini membuat pemohon terpaksa memberikan uang kepada oknum agar pengurusan RPTKA mereka dipercepat,” ungkap Budi.
KPK juga menyebut bahwa praktik pemerasan ini diduga telah berlangsung sejak 2009, pada masa Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, kemudian berlanjut di era Hanif Dhakiri (2014–2019) dan Ida Fauziyah (2019–2024).