Jakarta – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan empat tantangan utama bagi perekonomian Indonesia dan global.
Tantangan pertama yaitu adanya tensi geopolitik global yang menyebabkan perubahan signifikan terhadap kebijakan ekonomi negara-negara besar, termasuk Indonesia.
“Negara besae cenderung menjadi inward looking, proteksionis, akibatnya dunia akan terfragmentasi, tren globalisasi berubah menjadi deglobalisasi,” kata Sri Mulyani dilansir dari ANTARA, Jakarta, Jumat (19/05/23).
Saat acara Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) RAPBN Sri Mulyani mengungkapkan negara besar cenderung menjadi inward looking, proteksionis yang mengakibatkan dunia akan terfragmentasi, tren globalisasi berbubah menjadi deglobalisasi.
Sri Mulyani menjelaskan fenomena geopolitik tersebut dimulai saat AS memberlakukan kebijakan reshoring atau pengembalian sektor manufaktur ke dalam wilayah negara sendiri. Kebijakan tersebut memicu ketegangan antara AS dan China sebagai negara dengan perekonomian terbesar pertama dan kedua di dunia.
Selain itu, konflik Ukraina – Rusia juga semakin mempertajam polarisasi kerja sama ekonomi negara-negara lain, serta dedolarisasi yang mampu berdampak besar bagi perekonomian dunia.
Tantangan kedua, yakni cepatnya perkembangan teknologi digital yang menghadirkan tantangan baru seperti labour saving atau penghematan tenaga kerja secara masif, serta permasalahan keamanan privasi dan siber.
Kemudian tantangan yang ketiga, yaitu perubahan iklim yang saat ini tengah menjadi ancaman nyata bagi manusia dan perekonomian.
Cuaca ekstrim yang terjadi terkait perubahan iklim menimbulkan kerugian berupa korban jiwa, aset serta menurunnya aktivitas produksi.
“Respon kebijakan mitigasi dan adaptasi negara maju juga menimbulkan dampak luar biasa. AS mengeluarkan Inflation Reduction Act (IRA), Eropa menerapkan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM), hal ini menjadi hambatan nontarif yang sangat nyata bagi perdagangan international dan investasi dari maupun ke AS serta Eropa. Ini menjadi tantangan bagi Indonesia untuk terus bisa menjada kinerja eksternalnya,” ujar Sri Mulyani.
Tantangan keempat, Indonesia harus mempersiapkan kemungkinan terburuk apabila terdapat pandemi lain. Ia menjelaskan bahwa COVID-19 bukan menjadi satu-satunya pandemi di dunia, oleh karena Indonesia harus selalu bersiap menghadapi goncangan ekonomi pandemi termasuk meredam scarring effect yang ditimbulkan.
“Selain empat tantangan tersebut perekonomian 2023-2024 masih dihadapkan tekanan berat, laju inflasi global yang belum kembali ke level normal rendah menyebabkan suku bunga acuan global cenderung tertahan di tingkat tinggi,” kata Sri Mulyani.
Oleh karena itu, konsekuensi likuiditas global akan ketat, cost of fund menjadi tinggi, ruang kebijak di banyak negara semakin terbatas serta gejolak perbankan di AS dan Eropa menambah resiko ketidakpastian.