Kompas (2020) merilis hasil kajian International Organization for Migration (IMO) dan Conventry University yang mengeluarkan laporan berjudul Report on Human Trafficking, Forced Labour and Fisheries Crime in the Indonesian Fishing Industry, terbagi menjadi dua konteks yakni; pertama, mencakup perdagangan manusia (nelayan, ABK dan pekerja migran) untuk keperluan eksploitasi tenaga kerja di laut dan operasi darat.
Aktivitas yang berbasis di laut termasuk penangkapan ikan di kapal, pembudidayaan ikan di instalasi tengah laut, serta mengambil sumber daya laut dari perahu atau kapal. Sementara itu, aktivitas yang berbasis di darat antara lain bengkel kapal, bekerja di pelabuhan (reparasi jaring ikan, memilih ikan atau hewan laut), serta pembudidayaan hewan laut di daratan. Kedua, mencakup perdagangan manusia, khususnya wanita dan anak-anak, untuk kepentingan eksploitasi seksual bagi nelayan atau pelaut.
Data KKP yang bersumber dari survei BPS tahun 2018 – 2019 bahwa Indonesia terdapat 12 juta pekerja yang harus dipenuhi haknya sesuai UUD 1945 Pasal 27 ayat 2, Pasal 28D ayat 2, dan Pasal 28E ayat 1. Jumlah ini, ada peningkatan dibanding tahun 2011 lalu. Tetapi, perlu diketahui dalam konstitusi; UUD 1945 dan Pancasila, bahwa tiap-tiap warga negara (ABK dan Pekerja Industri) berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, memilih pekerjaan, dan terbebas dari ancaman eksploitasi; human trafficking, perbudakan dan pelecehan seksual yang menjadi hak asasinya.