VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – PT MRT Jakarta (Perseroda) menyatakan akan memberikan sanksi pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai hukuman maksimal kepada pegawai yang terbukti menggunakan ijazah palsu dalam proses rekrutmen.
Corporate Secretary Division Head PT MRT Jakarta, Ahmad Pratomo menyampaikan bahwa saat ini perusahaan tengah melakukan pemeriksaan internal atas dugaan pemalsuan dokumen pendidikan oleh salah satu karyawannya.
“Jika setelah proses investigasi internal terbukti karyawan bersangkutan menggunakan ijazah palsu, maka akan ditindak sesuai peraturan internal yang berlaku, dengan tingkatan hukuman paling berat yaitu PHK,” ujarnya dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat (28/6/2025).
Namun, jika tudingan tersebut tidak terbukti, Pratomo menegaskan bahwa perusahaan akan mengambil tindakan terhadap pihak internal yang menyebarkan informasi keliru atau bernada fitnah.
“Kami juga akan menginvestigasi karyawan yang menyebarkan berita tidak benar atau mencemarkan nama baik, dan akan diberikan konsekuensi sesuai peraturan perusahaan,” imbuhnya.
Menanggapi hal ini, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, mengingatkan pentingnya penanganan cepat dan transparan dari manajemen MRT Jakarta guna menjaga kepercayaan publik.
Ia merekomendasikan lima langkah strategis, mulai dari penyelesaian investigasi secara menyeluruh dan publikasi hasilnya secara transparan, hingga audit ulang ijazah seluruh pegawai, khususnya yang berada di posisi strategis dan teknis.
“Verifikasi seharusnya tidak cukup hanya menerima fotokopi ijazah. MRT perlu menerapkan verifikasi digital ke DIKTI melalui sistem SIVIL,” kata Achmad.
Langkah berikutnya, lanjut dia, ialah pembenahan sistem rekrutmen dan promosi jabatan dengan menegaskan integritas sebagai syarat utama. Ia juga menekankan pentingnya komunikasi publik yang jujur dan proaktif agar tidak merusak reputasi institusi.
“Reputasi MRT Jakarta tidak cukup dibangun dengan infrastruktur megah, tapi dari kepercayaan publik atas profesionalisme dan integritas pengelolanya,” tegas Achmad.
Menurutnya, kegagalan manajemen dalam menangani isu ini secara terbuka dapat menggerus kepercayaan publik yang menjadi fondasi utama transportasi publik.