VOICEINDONESIA.CO,Kuala Lumpur – Menjelang Dialog Kebijakan ASEAN-UE ke-6 tentang Hak Asasi Manusia yang akan diselenggarakan pada Selasa, 15 Oktober 2025, di Kuala Lumpur, Malaysia, koalisi organisasi masyarakat sipil (OMS) mengeluarkan pernyataan bersama yang mendesak tindakan nyata untuk melindungi nelayan migran dari praktik perbudakan modern.
Pernyataan bersama tersebut menyerukan kepada negara-negara anggota ASEAN dan Uni Eropa (UE) untuk memperkuat perlindungan, hak, dan kesejahteraan nelayan migran di Asia Tenggara, menyoroti pelanggaran hak asasi manusia yang merajalela di sektor perikanan. Sektor ini dianggap sangat vital bagi perekonomian dan ketahanan pangan kedua blok regional, namun diselimuti isu kerja paksa dan perbudakan modern.
Seruan ini merupakan hasil dari lokakarya yang diadakan oleh Kelompok Kerja CSO tentang Solidaritas untuk Nelayan Migran pada 6–7 Oktober 2025 di Kuala Lumpur. Kelompok kerja yang terdiri dari 35 perwakilan dari 20 organisasi ini, bergerak berdasarkan keahlian dalam isu hak asasi manusia, migrasi tenaga kerja, dan keberlanjutan laut.
Lokakarya tersebut juga didukung dan dihadiri oleh YM Edmund Bon Tai Soon, Perwakilan Malaysia untuk Komisi Antar pemerintah ASEAN tentang Hak Asasi Manusia (AICHR) dan Ketua AICHR saat ini.
Kelompok Kerja menegaskan bahwa isu perbudakan modern dan pelanggaran hak asasi manusia di sektor perikanan saling terkait erat dengan tujuan pembangunan berkelanjutan dan manajemen rantai pasok yang bertanggung jawab.
Rekomendasi mereka selaras dengan perkembangan regional dan internasional, termasuk Deklarasi ASEAN tentang Penempatan dan Perlindungan Nelayan Migran (2023) dan Panduan Pelaksanaannya (2024), serta Peraturan Kerja Paksa UE dan Arahan Uji Tuntas Keberlanjutan Perusahaan (CSDDD) yang baru diadopsi UE pada tahun 2024.
Rekomendasi Utama untuk ASEAN dan UE:
Kelompok Kerja mendesak pemerintah ASEAN dan Uni Eropa untuk segera mengambil lima tindakan kunci, di antaranya:
- Menerapkan dan menyelaraskan standar ketenagakerjaan dan hak asasi manusia internasional, menjamin partisipasi bermakna dari pekerja, masyarakat sipil, serta menjunjung tinggi kebebasan berserikat dan perundingan bersama.
- Menjamin hak-hak ketenagakerjaan dan perlindungan sosial yang setara bagi semua nelayan migran, tanpa memandang status imigrasi, serta menegakkan kondisi kerja layak sesuai Konvensi ILO tentang Pekerjaan di Bidang Penangkapan Ikan (C-188).
- Menyediakan mekanisme pengaduan yang mudah diakses dan solusi yang berpusat pada korban, termasuk bantuan hukum dan dukungan psikososial, serta menerapkan Prinsip Non-Hukuman (NPP) untuk mencegah kriminalisasi korban perdagangan manusia.
- Menyelenggarakan pelatihan pra-keberangkatan dan pasca-kedatangan yang komprehensif, serta program pemulangan dan reintegrasi yang bermartabat.
- Memandatkan Uji Tuntas Hak Asasi Manusia (HRDD) di seluruh industri perikanan, serta meningkatkan transparansi dan ketertelusuran dalam rantai pasokan perikanan untuk memerangi perbudakan modern dan penangkapan ikan Ilegal, Tidak Dilaporkan, dan Tidak Diatur (IUU).
Pernyataan bersama ini menjadi penekanan kritis bagi para delegasi ASEAN dan UE untuk memastikan bahwa tata kelola perikanan yang berkelanjutan harus dibangun di atas fondasi keadilan dan perlindungan hak asasi manusia bagi pekerja migran yang rentan.***