VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menolak keras usulan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan yang meminta pemerintah menyuntik dana Rp50 triliun per tahun ke Indonesia Investment Authority (INA). Ia menegaskan uang negara tidak boleh digunakan hanya untuk membeli obligasi.
Purbaya mempertanyakan efektivitas INA yang dinilai belum menunjukkan hasil konkret di sektor riil. Ia menyebut lembaga tersebut justru masih banyak menempatkan dananya di instrumen keuangan.
“Anda tahu uangnya INA sebagian besar ditaruh di mana sekarang? Gue rasa sama, obligasi juga,” ujar Purbaya dalam Media Briefing di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat (17/10/2025).
Baca Juga: Purbaya Tolak Bayar Utang Kereta Cepat Gunakan APBN
Menurutnya, tambahan dana hanya akan masuk akal bila INA benar-benar mampu menyalurkan investasi ke sektor produktif. Ia menolak memberikan anggaran jika hanya akan berputar di pasar surat utang.
“Itu (suntikan Rp50 triliun) usul yang bagus kalau mereka (INA) sudah efektif menjalankan program investasi di sektor riil. Kayaknya masih terbatas kalau saya gak salah, tapi saya akan cek lagi. Saya gak mau kasih uang ke sana kalau uangnya dibelikan bond lagi, buat apa? Mending saya kurangi (penerbitan) bond saya,” tegasnya.
Baca Juga: Purbaya Keluhkan Lambatnya Bank BUMN Manfaatkan Dana Rp200 Triliun
Purbaya juga menyoroti Danantara yang menempatkan dananya di obligasi pemerintah. Menurutnya, langkah itu bukan bentuk keahlian investasi, meski bisa dimaklumi karena waktu tahun ini yang terbatas.
“Nanti INA juga akan kita lihat, betul seperti itu? Kan INA harusnya mengundang investor asing, itu kan sovereign wealth fund, bukan domestik saja. Kita naruh berapa, Rp70 triliun di situ? Saya lupa, kayaknya segitu deh. Asingnya ada masuk US$2 miliar kayaknya dari Uni Emirates Arab (UEA),” ujarnya.
Ia menegaskan dukungan baru akan diberikan bila INA benar-benar memperluas investasi riil, bukan hanya menumpuk uang di surat utang.
“Kalau dia (INA) butuh duit beneran, ekspansi betulan, ya sudah kita dukung. Tapi kalau masih banyak uang di bond, di obligasi, ngapain kita dukung? Naruhnya di obligasi lagi. Nanti saya pelajari,” ujarnya.
Sementara itu, Luhut Binsar Pandjaitan tetap yakin tambahan modal Rp50 triliun per tahun akan memperkuat peran INA sebagai mesin ekonomi nasional. Ia menyebut dana itu dapat bersumber dari saldo anggaran lebih (SAL) yang mengendap di Bank Indonesia.
“Ada satu yang saya mau bicara sama Menteri Keuangan (Purbaya), tapi saya kira beliau sudah tahu, itu adalah INA. INA ini adalah sovereign wealth fund kita,” kata Luhut dalam acara 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran: Optimism on 8% Economic Growth di Jakarta Selatan, Kamis (16/10/2025).
“Kalau kita tarik investasi Rp50 triliun ke situ (INA) tiap tahun dari dana yang masih sisa di Bank Indonesia (BI) Rp491 triliun, yang Rp200 triliun sudah ditaruh ke perbankan, itu kalau kita leverage bisa Rp1.000 triliun dalam lima tahun ke depan. Itu angka yang sangat besar,” imbuhnya.