VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding mengucapkan belasungkawa yang sedalam-dalamnya terhadap Nazwa Aliya (19), pekerja migran Indonesia asal Sumatera Utara (Sumut) yang meninggal di Kamboja.
“Kami mengucapkan duka sedalam-dalamnya terhadap keluarga yang ditinggalkan. Ini menjadi keprihatinan bersama,” kata Menteri Karding pada Rabu (20/8/2025).
Menteri Karding mengatakan, Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) telah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Phnom Penh untuk pemulangan jenazah ke tanah air.
Baca Juga: Tiga Sektor di Prefektur Miyagi Paling Membutuhkan Tenaga Kerja Indonesia
Setelah tiba di Indonesia, KP2MI akan memfasilitasi dan memastikan kelancaran proses jenazah Nazwa Aliya hingga sampai di tangan keluarga.
“Begitu jenazah tiba di tanah air, sepenuhnya menjadi tanggung jawab KemenP2MI untuk menerima, dan mengantar jenazah dan menyerahkan kepada keluarga di rumahnya,” ujar Menteri Karding.
Menteri Karding mengingatkan penipuan lowongan kerja di luar negeri melalui daring merupakan ancaman bagi masyarakat Indonesia. Dia berharap masyarakat menjadi waspada, tidak mudah percaya lowongan kerja ke luar negeri yang ditawarkan akun-akun di media sosial.
Menurutnya, indikasi penipuan lowongan kerja berkedok formal dan legal dapat mudah ditemui ketika penawaran tersebut untuk penempatan berkarier di Kamboja.
Baca Juga: UNESCO Tetapkan Arsip Surat Kartini Sebagai Warisan Dunia
Musababnya, Pemerintah Indonesia tidak memiliki perjanjian kerja sama penempatan pekerja migran dengan Pemerintah Kamboja. Dengan demikian, pekerja Indonesia yang berkarier di Kamboja masuk kategori ilegal.
“Kami tegaskan kerja di Kamboja ilegal. Kami tidak ingin masyarakat Indonesia tergoda dengan gaji tinggi di awal, tapi nyatanya ditipu, diekploitasi, jadi korban kekerasan, lukanya saat menjadi pekerja migran Indonesia ilegal membekas, hingga dirasakan keluarga di tanah air,” tegas Menteri Karding.
Menteri Karding menuturkan, kepastian akan keselamatan dan pelindungan hukum diperoleh pekerja migran yang berangkat secara resmi atau legal. Hak-hak mereka menjadi terjamin sehingga kerja di luar negeri menjadi tenang dan aman.
Pekerja Indonesia yang berangkat secara legal juga terpantau sistem SiskoP2MI sehingga Pemerintah Indonesia dapat dengan mudah memberikan bantuan pencegahan hingga pelindungan ketika mengalami masalah di negara penempatan.
Sama halnya seperti bekerja di perusahaan, lanjut Menteri Karding, syarat berangkat kerja ke luar negeri tidaklah sulit. Menurutnya, syarat tersebut juga bisa menjadi identifikasi masyarakat agar tidak mengalami masalah tertipu lowongan kerja di luar negeri.
“Sejumlah dokumen yang harus dimiliki untuk bisa kerja di luar negeri seperti memiliki Visa Kerja, Perjanjian kerja dan izin keluarga. Ini penting untuk mitigasi lowongan kerja abal-abal yang berujung membahayakan keselamatan,” ujar Menteri Karding.
Berdasarkan laporan yang diterimanya KemenP2MI, kasus Nazwa Aliya berawal dari keinginan korban kerja di Kamboja. Pihak keluarga menentangnya, karena banyak kasus kejahatan menargetkan pekerja migran ilegal di negara Asia Tengara tersebut.
Namun, alih-alih mengikuti anjuran keluarga, korban tetap berangkat pada awal Mei 2025. Korban beralasan kepada keluarga pergi tes interview kerja di salah satu bank di Medan.
Pihak keluarga kemudian terkejut, korban memberikan kabar telah berada di Bangkok, Thailand, beberapa hari kemudian.
Sejak saat itu, komunikasi korban ke pihak keluarga menjadi terbatas hingga akhirnya terputus.
Baru pada awal Agustus 2025, pihak keluarga mendapat kabar dari KBRI di Phnom Penh, korban sakit dirawat intensif di State Hospital, Provinsi Siem Reap, Kamboja. Setelah empat hari perawatan, korban dinyatakan meninggal dunia pada 12 Agustus 2025.
Korban diduga mendapat tawaran kerja di Kamboja dari perekrut.
Skema yang dialami korban terindikasi mirip modus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang dijanjikan penghasilan tinggi, menggunakan kedok formal untuk mengelabui keluarga, kemudian komunikasi dibatasi setelah berada di luar negeri.