VOICEIndonesia.co,Jakarta – Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) menganggap peristiwa Ferienjob di Jerman sudah terpenuhi untur Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)
Program magang dari 33 kampus ternama di Indonesia yang menempatkan para mahasiswanya untuk magang Jerman mendapat kritik keras belum lama ini.
Kritik ini disasarkan setelah 4 mahasiswa asal Indonesia mengungkap kasus dugaan TPPO kepada Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Jerman,Dari hasil kronologis yang diterima dan dianalisis oleh KBRI bahwa pemagangan ini dijalankan oleh 33 universitas Indonesia dengan total mahasiswa yang diberangkatkan mencapai 1.047 mahasiswa yang terbagi tiga agen tenaga kerja di Jerman.
Baca Juga : Diduga Korban TPPO, Dua WNI Terlantar di Kamboja
Setelah mahasiswa mengadu dan kasus ini dilakukan penyidikan oleh Bareskrim ada temuan perbedaan pendapat antara Mou yang ditandatangani oleh universitas yang bekerja sama dengan PT SHB pun dengan pendapat oleh Kemendikbud.
Dalam Mou yang disepakati universitas dan PT SHB menyatakan bahwa program ferienjob ini masuk ke dalam program Merdeka belajar kampus merdeka (MBKM) yang menjanjikan mahasiswa dapat mengkonversikan nilainya ke-20 satuan kredit semester (SKS) sedangkan pernyataan kemendikbud menyatakan bahwa ferienjob bukanlah program MBKM.
TPPO dengan modus pemagangan bukan pertama kali menimpa para mahasiswa asal universitas di Indonesia, modus seperti ini pernah mencuat tahun 2012. Pada kasus ini, SBMI menganggap bahwa unsur TPPO sudah terpenuhi.
“Indikasi TPPO pada kasus ini utamanya didasarkan pada penandatanganan kontrak berbahasa Jerman yang tak dimengerti oleh para mahasiswa, serta isi kontrak yang menyatakan bahwa segala biaya penginapan dan transportasi akan ditanggung pihak mahasiswa akan langsung dipotong dari upah yang mereka dapatkan, hal ini tak pernah disampaikan ketika mereka di Indonesia, dan para mahasiswa merasa terpaksa menandatangani kontrak tersebut karena sudah sampai di Jerman dan mereka menyadari telah tertipu.” Ketua umum SBMI,Hariyanto di kutip minggu (31/03/2023)
Baca Juga : Pelaku TPPO Jaringan Internasional Ambil Dana Rp15 Juta Perkorban
SBMI mengungkapkan bahwa pemahaman tentang eksploitasi sangat penting sehingga bisa tidak hanya tentang kekerasan pisik saja.
“Pemahaman tentang eksploitasi harus dilihat bukan hanya pada terjadinya eksploitasi fisik seperti dipukul, ditendang, ketika dalam proses perekrutan dan proses penempatan telah terjadi banyak pelanggaran terutama terhadap kontrak kerja yang mengakibatkan korban dalam posisi rentan dan tidak memiliki pilihan sehingga harus bekerja yang berakibat pada keuntungan pelaku, hal tersebut merupakan bentuk tujuan eksploitasi yang dikenal dalam UU PTPPO kita.” ujar Hariyanto
Untuj diketahui bagi perguruan tinggi, mahasiswa dan masyarakat umum terkait dengan melihat konteks perdagangan orang bukan hanya mereka yang mengalami eksploitasi fisik, tetapi sebelumnya harus melihat 3 unsur dalam TPPO terpenuhi yaitu proses, cara, dan tujuan.
“Kita mengenal berbagai bentuk eksploitasi, yaitu eksploitasi pekerja, eksploitasi seksual, dan pelayanan paksa. Maka jika salah satunya terpenuhi, itu menjadi bagian dari eksploitasi. Kemudian Pasal 4 UU 21 Tahun 2007 tentang PTPPO, ketika eksploitasi belum terjadi namun unsur perbuatan dan niat untuk melakukan eksploitasi terpenuhi maka tindakan tersebut sudah dapat diklasifikasikan sebagai TPPO” ujar Yunita Rohani, Koordinator Advokasi SBMI. (*)