VOICEINDONESIA.CO, Penghu – Kepala Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) Taipei, Arif Sulistiyo, meninjau langsung kondisi Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia di Pelabuhan Neiannan atau Pelabuhan Lemkang, Penghu, Taiwan, pada Minggu (31/8/2025).
Dalam kunjungan tersebut, ia menyerap berbagai keluhan para ABK terkait fasilitas ibadah, pungutan tambahan, hingga perlindungan kerja.
“Saat dialog, ABK menyampaikan keluhan mengenai pungutan tambahan di luar biaya penempatan resmi yang disebut “uang ces” sekitar Rp10 juta,” dikutip dari keterangan resmi KDEI Taipei, Jumat, (5/9/2025).
Baca Juga: Jadi Pekerja Musiman di Australia dengan Gaji Rp50 Juta, Ada Yang Minat?
Menanggapi hal itu, Arif langsung berkoordinasi dengan Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) melalui sambungan telepon agar persoalan tersebut ditelusuri.
Para ABK juga mengeluhkan masih adanya perlakuan kasar dari sebagian majikan meski gaji umumnya lancar.
Keterbatasan fasilitas ibadah turut menjadi sorotan. Mushola sementara hanya berupa ruangan di lantai dua gedung asosiasi nelayan tanpa tempat wudhu.
KDEI berkomitmen mengusulkan penyediaan mushola permanen yang lebih layak sekaligus ruang berkumpul bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Baca Juga: BP3MI Sulteng Gandeng Pemda dan OJK Siapkan Pelatihan Purna PMI
Selain itu, ABK menyoroti lemahnya perlindungan bagi ABK teritorial dibanding ABK LG.
Mereka menilai majikan dapat dengan mudah memberhentikan pekerja, sementara izin kerja terbatas.
Kekhawatiran juga muncul soal maraknya kasus kaburan yang disebut ABK lebih karena keterpaksaan, mengingat kondisi kerja sulit dan lilitan utang yang menghalangi kepulangan ke tanah air.
Kunjungan ini memperlihatkan tantangan yang masih dihadapi ABK Indonesia di sektor perikanan Taiwan, mulai dari fasilitas ibadah yang belum memadai, pungutan tambahan, hingga perlindungan kerja yang belum merata.
Aspirasi tersebut menjadi catatan penting bagi pemerintah untuk memperkuat perlindungan dan meningkatkan kesejahteraan PMI.