Sehingga, mereka tidak bisa menempuh perjalanan dengan cara-cara yang resmi (seperti dengan paspor, menggunakan visa, membeli tiket dan melalui bandara).
Akhirnya, para pengungsi Rohingya tersebut terpaksa harus menempuh perjalanan yang tidak resmi, hingga menggunakan jasa dari jaringan penyelundupan karena keputusasaan.
“UNHCR terus berkoordinasi dengan pihak otoritas dan mitra kerja kami di lapangan untuk memastikan bahwa pengamanan selalu ada di tempat penampungan,” ujarnya.
Dirinya menuturkan, pengungsi Rohingya meninggalkan tempat penampungan di Indonesia untuk beberapa alasan, seperti ingin bersatu dengan keluarga mereka yang terpisah di negara tetangga (Malaysia).
Dalam rangka mencegah pelarian, kata Mitra, pihaknya selalu memberikan konseling kepada pengungsi terkait bahaya atau resiko jika menempuh perjalanan lanjutan seperti itu.
“Sebagai upaya pencegahan, konseling ini kami sampaikan secara rutin kepada para pengungsi,” katanya.
Dirinya menjelaskan, para perempuan, pria dan anak-anak yang rentan seperti mereka tetap memutuskan untuk melanjutkan perjalanan seperti itu. Meskipun telah mengetahui resikonya.