Jakarta – Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri berhasil membongkar tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan menangkap para pelaku dari dua jaringan yang memberangkatkan pekerja migran Indonesia (PMI) secara ilegal ke sejumlah wilayah Timur Tengah (TimTeng).
Dari pengungkapan tersebut, Penyidik Dittipidum Bareskrim Polri menahan enam orang tersangka dari dua jaringan yang diungkap dalam konferensi pers yang berlangsung di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (4/04).
Direktur Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro menyebut jaringan pertama, Indonesia-Amman, Yordania- Arab Saudi dengan pelaku utama dengan inisial ZA dan SA.
Jaringan tersebut telah beroperasi sejak 2015, diperkirakan sudah mengirim seribu PMI secara ilegal. Yang kedua, jaringan Indonesia-Turki-Abu Dhabi dengan tersangka inisial OP.
“Pengungkapan ini diawali dengan adanya informasi dari Kedutaan Besar RI di Amman, Yordania, tentang penanganan kasus warga negara Indonesia atau PMI yang terindikasi menjadi korban TPPO,” kata Djuhandhani.
Djuhandhani mengatakan bahwa Bareskrim Polri melakukan penyelidikan dan endalaman kepada para korban. Para pelaku menjanjikan korban diperkerjakan secara ilegal ke negara tujuan Arab Saudi melalui negara Yordania sebagai negara transit, yang mengakibatkan PMI tersebut tereksploitasi secara tenaga.
Dari jaringan pertama, petugas menangkap lima tersangka, yakni MA (53) berperan sebagai perekrut korban dari daerah asal Jawa Barat, selanjutnya menyerahkan korban kepada tersangka SR dengan keuntungan yang diperoleh MA sebesar Rp3 juta per orang.
Tersangka kedua adala ZA (54) ditangkap di Kramat Jati, Jakarta Timur, berperan memproses dan membiayai keberangkatan korban ke negara Arab Saudi dan berhubungan langsung dengan perekretuan di Arab Saudi.
“Dari hasil itu keuntungan yang diperoleh ZA per orang Rp6 juta,” ungkap Djuhandhani.
Setelah menangkap tiga orang tersangka, penyidik melakukan pengembangan dari jaringan tersebut, didapati tersabngka SR (53) ditangkap di Jawa Timur, berperan sebagai pengurus paspor calon PMI ilegal.
“SR juga menerima korban dari tersangka MA membantu proses keberangkatan PMI baik itu kesehatannya, penyediaan tiket. SR memperoleh keuntungan Rp4 juta per orang,” tambahnya.
Sedangkan dari jaringan AS tim menangkap dua orang tersangka yakni RR (38) ditangkap di Sukabumi, yang berperan sebagai penyedia tempat penampungan, memproses keberangkatan korban ke negara tujuan Arab Saudi dan menyediakan paspor dan visa.
RR juga berperan mengirimkan lanhsung korban, tersangka memperoleh keuntungan rata-rata Rp6,5juta.
Tersangka berikutnya, AS (58) ditangkap di Duren Sawit, Jakarta Timur, berperan menyediakan tempat penampungan dan memproses keberangkatan para korban ke Arab Saudi.
“AS memiliki hubungan langsung dengan perekrut di Arab Saudi, ini sedang didalami. Keuntungan diperoleh saudara AS yaitu Rp5 juta per orang,” ungkap Djuhandhani.
Selanjutnya jaringan Indonesia- Turki- Abu Dhabi, tersangka OP (40), ditangkap di Bali, berperan menyediakan tempat penampungan dan memproses keberangkatan para korban ke negara tujuan. Ia juga berperan menyediakan paspor, visa dan melakukan tes kesehatan.
Djuhandhani menjelaskan jaringan OP terungkap berdasarkan informasi dari KBRI di Singapura terkait adanya WNI yang menjadi korban TPPO. Dari keterangan korban diperoleh informasi mengenai tersangka.
Modus yang dilakukan tersangka Po, merekrut pekerja menggunakan perusahaan PT Savanah Agency Indonesia yang tidak terdaftar sebagai penempatan pekerja migran.
Tersangka menjanjikan untuk bekerja sebagai tenaga profesional ke luar negeri seperti Turki, Abu Dhabi, Polandia dan Inggris.
Kepada korbannya, tersangka OP meminta korban membayar Rp15 juta hingga Rp40 juta sebagai biaya pengurus keberangkatan ke luar negeri.
“Setibanya di Singapura dengan alasan transit, para korban membayar sebagai Rp15 juta hingga Rp40 jua sebagai biaya pengurus keberangkatan ke luar negeri.
“Setibanya di Singapura dengan alasan transit, para korban tidak melanjutkan keberangkatan ke negeri yang dijanjikan, namun ditelantarkan,” kata Djuhandhani.
Para tersangka dijerat dengan pasal berlapis, Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemeberantasan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan ancaman pidana 15 tahun penjara dan denda Rp600 juta.
Kemudian Pasal 81 Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang perlindungan pekerja migran Indonesia (PMI) dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda Rp15 miliar.
Sebelumnya, Pada Februari, Dittipidum Bareskrim Polri juga mengungkap jaringan TPO PMI Ilegal ke negara Kamboja dengan menangkap dua orang tersangka.