Benny mengatakan, hasil penelusuran BP2MI menyimpulkan bahwa agency melakukan penempatan CPMI langsung ke Singapura, yaitu melalui mekanisme calling Visa.
“17 dari 19 CPMI mengaku dihubungi langsung dan mendapatkan uang dari Agency Singapura sebesar 3 juta Rupiah sebagai biaya transportasi dari daerah asal menuju ke Batam. Rencananya mereka akan ditempatkan sebagai penata laksana rumah tangga disana,” jelas Benny.
Selain itu, lanjut Benny, terdapat pula dugaan kuat telah terjadinya pelanggaran UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, karena SIUP dari P3MI yang berupaya memberangkatkan ke-19 CPMI tersebut telah dicabut dan tidak ditemukan datanya di sistem BP2MI, SISKOP2MI.
Namun jika hasil penggalian informasi didapatkan bahwa PT ini masih aktif tapi memberangkatkan secara ilegal, Benny menegaskan akan mengusulkan untuk mencabut izin PT tersebut. Selain itu BP2MI juga akan meminta kepada KBRI untuk menunda semua bentuk pelayanan kepada Agency.
“Bisa dibayangkan kalau mereka ada di negara penempatan tapi tidak memiliki dokumen identitas apapun. Begitulah modus sindikat penempatan ilegal PMI, dimana identitas menjadi alat sandera agar PMI kita tunduk kepada perintah para sindikat,” terang Benny.