Yogyakarta – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan telah menyerahkan nama-nama terduga pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ke Bareskrim Polri untuk segera ditangkap.
“Nama-nama dan targetnya sudah kita berikan kepada Bareskrim Polri untuk segera dieksekusi, ditangkap pelakunya,” ujar Mahfud di Kampus UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, dilansir dari ANTARA, Senin (08/05/23).
Mahfud mengaku telah merancang terapi kejut atau “shock therapy” terhadap sindikat TPPO dengan menangkap terduga pelaku maupun penyalur di daerah yang tidak ia sebutkan namanya.
“Mungkin hari ini atau besok, atau minggu depan itu sudah kami lakukan,” ucap Mahfud MD.
Setelah polisi menuntaskan penangkapan, lanjut Mahfud, pihaknya akan terjun ke daerah-daerah dengan menyasar sejumlah instansi yang diduga memiliki andil terkait tindak pidana itu.
“Ditangkap pelakunya dulu baru sesudah itu kamu akan ke daerah-daerah. Di pemerintahan, Kemendagri, Kemenkumham, itu yang urusan paspor. Kemudian macam-macam izin kepolisian, keparawisataan dan sebagainya itu semua punya andil,” lanjut Mahfud MD.
Mahfud menuturkan TPPO adalah pidana yang sangat keji karena memperjualbelkan orang seperti budak.
Menurut Mahfud, sindikat TPPO umumnya menjanjikan kepada korban untuk bekerja ke luar negeri dengan iming-iming gaji yang besar.
“Begitu (korban) mau tanda tangan berbagai surat dia enggak baca lalu diberi paspor kirim ke luar negeri lalu jadi budah tidak digaji, ada yang bekerja di kapal-kapal sampai mati, ada yang dibuang ke laut, ada yang kapalnya dikejar-kejar oleh aparat dan sebagainya,” kata Mahfud.
Karena korbannya cukup banyak, menurut Mahfud pemerintah menyatakan perang terhadap TPPO.
“Sesudah TPPU (tindak pidana pencucian uang) maka peperangan yang harus dilakukan adalah juga terhadap kejahatan TPPO,” kata Mahfud MD.
Kasus penyaluran 20 orang warga negara Indonesia sebagai pekerja migran ilegal di Myanmar adalah salah satu dari banyak kasus TPPO di Tanah Air.
“Yang sekarang agak bermasalah itu adalah yang di Myanmar, karena mereka terjebak dalam satu situasi konflik sehingga kita sulit masuk dan menentukan satu per satu secara diplomatik, secara hubungan antarnegara. Nah, yang di negara-negara lain sejauh bisa dilacak yang kita jemput kita pulangkan,” kata Mahfud MD.