Oleh : Achdiyanto Ilyas Pangestu, Ketum Serikat Pekerja Perikanan Indonesia (SPPI)
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) alias Pekerja Migran Indonesia adalah warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja di luar negeri. Dalam melindungi WNI yang bekerja di luar negeri, pemerintah RI melalui kementriannya harusnya mempunyai standar penempatan dan perlindungan untuk para PMI, dimulai dari identifikasi masalah sampai perencanaan strategis dan aksi pelayanan penempatan sampai perlindungan mulai dari pra penempatan, saat pekerja migran bekerja sampai dengan pasca repatriasi pekerja migran ke kampung halaman.
Pelayanan penempatan dengan proses yang cepat, pelayanan yang tepat, strategi perlindungan, pencegahan, penindakan yang akurat serta pencatatan data secara digital yang akuntabel dan transparan dan pengawasan pelaksanaan setiap proses pelayanan penempatan sampai dengan repatriasi pekerja migran merupakan syarat mutlak dalam perlindungan pekerja migran.
Negara hadir dalam perlindungan pekerja migran, kata-kata klasik yang selalu kita dengar dari pemerintah maupun parlemen negara kita tapi apakah pemerintah bener-bener serius menjalankannya atau sekedar gimmick untuk kepentingan politik atau sekadar event seremonial untuk menarik hati rakyat ? dari kejadian proses layanan penempatan yg semrawut dan proses yang berbelit-belit.
Proses pelayanan penempatan yang tergantung selera petugas pelayanan ( yang kenal dipermudah , yang ga kenal dipersulit) sampai minimnya pengawasan layanan pendukung penempatan sehingga mengakibatkan banyak pekerja migran gagal ditempatkan atau menghadapi masalah di negara penempatan seperti gagal kesehatan, gaji tidak sesuai dengan kontrak kerja, penganiayaan pekerja migran oleh pemberi kerja hingga pemutusan hubungan kerja di luar kontrak kerja karena minimnya kompetensi, terjerat utang dengan bunga utang yg mencekik leher, penerapan jaminan sosial yang malah menjadi beban bagi pekerja migran.
Gagal dalam tes kesehatan di negara penempatan
Lemahnya pengawasan di layanan pendukung penempatan terutama di sarana kesehatan pekerja migran yang dengan gampangnya mengeluarkan hasil kesehatan yang tidak sesuai faktanya mengakibatkan banyak pekerja migran yang sudah berada di negara penempatan gagal mendapatkan izin kerja karena gagal dalam saringan kesehatan di negara penempatan.
Gaji tidak sesuai dengan kontrak kerja
Lemahnya pengawasan dalam penempatan pekerja migran dalam keadaan saat bekerja , pekerja migran banyak mengalami pemotongan gaji sepihak , pembayaran gaji yg tidak sesuai , biaya makanan minuman di rumah pemberi kerja dipotong didlm gaji pekerja. Penganiayaan pekerja migran sampai dengan pemutusan hubungan kerja oleh pemberi kerja dikarenakan minimnya kompetensi.
Pola pelatihan jalur express atau kilat di balai latihab kerja (BLK) yang mengejar target penempatan seringkali berakibat fatal bagi pekerja migran yg ditempatkan.
Tidak pernah ada pengawasan dan sanksi yang tegas terhadap layanan pendukung penempatan yang seharusnya melatih calon pekerja migran secara ugal2an mengedepankan target penempatan daripada standar kompetensi. Maraknya praktik BLKLN yang harus mengedepankan edukasi , pengujian kompetensi malah sibuk mencetak sertifikat kompetensi tanpa ada proses pelatihan.
Terjerat utang dengan bunga mencekik/ over charging
Pekerja migran tujuan negara taiwan seringkali dijadikan sapi perah oleh agent – agent penempatan baik di indonesia atau taiwan , dengan modus calon pekerja migran wajib membayar biaya untuk mendapatkan pekerjaan di taiwan dari 70 juta rupiah sehingga 100 juta dengan iming-iming gaji yang besar dibandingkan negara penempatan lain.
Lemahnya pengawasan pra penempatan sampai pasca penempatan dan tiada sanksi atau hukuman yang diberlakukan kepada pelaku-pelaku yang melakukan over charging sehingga kejadian ini terus berulang2 dan tiada solusi penyelesaian.
Penerapan jaminan sosial yang malah menjadi beban pekerja migran
calon pekerja migran diwajibkan memiliki jaminan sosial kesehatan dan jaminan sosial ketenaga kerjaan dengan minimnya informasi tentang hak dan kewajiban sebagai peserta jaminan sosial seringkali pekerja migran dikenakan denda kepesertaan yang tanpa diketahui pekerja migran yang telah kembali ke negaranya dan harus membayar denda kepesertaan jaminan sosial guna mendapatkan fasilitas jaminan sosial negara kembali. sudah saatnya pemerintah meninjau kembali seluruh proses penempatan dalam rangka perlindungan pekerja migran , dalam aspek legalitas / administrasi / standar operasional dalam perlindungan pekerja migran yang mencakup keadaan pra – saat – pasca penempatan pekerja migran.