VOICEINDONESIA CO, Probolinggo – Keterbatasan fisik tak menjadi penghalang bagi penyandang disabilitas netra di Kota Probolinggo untuk terus berkarya. Lewat kreativitas dan ketekunan, mereka memproduksi keset dari kain perca yang dijual di pasar minggu dan melalui pemesanan daring.
Suasana di Kantor Sekretariat Organisasi Penyandang Disabilitas PERTUNI di Jalan Kolonel Sugiono, Kota Probolinggo, hampir setiap hari dipenuhi aktivitas para remaja tuna netra. Mereka sibuk memotong kain, merajut dengan bilah besi, hingga mengemas keset dengan rapi. Semua dilakukan dengan teliti meski mereka tidak dapat melihat.
Siapa sangka, keterampilan itu dimiliki oleh mereka yang mengalami kebutaan sejak lahir, akibat penyakit, atau karena kecelakaan. Namun, keterbatasan tersebut tidak menghalangi mereka untuk berkarya dan mandiri secara ekonomi.
“Saya memang nggak bisa melihat, tapi itu bukan alasan untuk berhenti berkarya. Selama tangan saya masih bisa bergerak, selama tubuh ini masih diberi kekuatan, saya akan terus berusaha. Kekurangan ini bukan penghalang, justru jadi penyemangat. Karena saya percaya, setiap orang punya cara sendiri untuk memberi arti dalam hidup dan ini adalah cara saya,” ujar Feby, salah satu pembuat keset, dikutip Selasa, 22 April 2025.
Baca juga: BPJS ketenagakerjaan Sebut JKP Lindungi Pekerja Korban PHK
Semangat berkarya ini berawal dari keinginan mereka untuk menambah penghasilan sekaligus membuktikan bahwa keterbatasan tidak menjadi alasan untuk pasrah. Mereka belajar dari sesama penyandang disabilitas yang telah lebih dulu sukses merintis usaha serupa.
Proses belajar itu memberi mereka tidak hanya keterampilan teknis, tetapi juga semangat dan inspirasi dari kisah perjuangan yang mereka dengar. Selain itu, mereka juga mendapat pendampingan dari sekelompok mahasiswa relawan dari sejumlah perguruan tinggi di Probolinggo.
“Menjadi salah satu volunter kegiatan ini membuat saya bersyukur dan sadar bahwa keterbatasan fisik bukan penghalang untuk berkarya, selagi ada niat dari diri sendiri. Saya bangga dan terharu sekali melihat anak-anak berkarya dan mau bekerja walaupun kesulitan melihat,” ucap Unzilatul Rohma, salah satu volunter.
Hasil kerajinan keset ini diberi label Arta Proya, singkatan dari Arek Buta Probolinggo Raya. Satu keset dijual dengan harga Rp30.000. Selain dijual di pasar minggu Alun-alun Kota Probolinggo, mereka juga memasarkan produknya melalui media sosial.
Dengan kualitas yang baik dan harga terjangkau, karya anak-anak tuna netra ini tak hanya membuka peluang usaha, tetapi juga memberi pelajaran tentang semangat hidup dan makna perjuangan.(joe)