VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Wakil Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (Wamen P2MI), Christina Aryani menerima audiensi Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) di Kantor Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KemenP2MI), Jakarta, Senin (11/8/2025).
Dalam pertemuan tersebut, perwakilan Komnas Perempuan menyampaikan beberapa masukan terkait Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia yang saat ini sudah masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR.
“Saya dan kementerian selalu terbuka untuk menerima masukan soal revisi Undang-Undang Pelindungan Pekerja Migran, termasuk dari Komnas Perempuan,” kata Wamen P2MI.
Baca Juga: Gandeng Austria, Banyuwangi Jadi Pusat Pelatihan Vokasi Pariwisata dan Pengelasan
Ada beberapa poin masukan dari Komnas Perempuan, di antaranya terkait pengakuan dan pelindungan hak-hak perempuan pekerja migran di seluruh siklus migrasi.
Termasuk pelindungan dari segala bentuk kekerasan berbasis gender, eksploitasi, diskriminasi dan pelanggaran hak asasi manusia, baik di negara asal, negara tujuan dan saat kembali (reintegrasi) di negara asal.
Berdasarkan data Kementerian P2MI, sebanyak 999.947 pekerja migran telah ditempatkan di luar negeri untuk periode 2020-2024.
Baca Juga: 59 Balai Latihan Kerja Disulap Jadi Sekolah Rakyat
Dari jumlah tersebut, 671.271 orang atau 70 persennya merupakan perempuan yang beresiko tinggi dan memerlukan pelindungan.
Ketua Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor mengatakan, audiensi sangat penting, karena Komnas Perempuan juga diberikan mandat untuk memberikan saran, masukan dan pertimbangan kepada pemerintah, dalam hal ini KemenP2MI dan legislatif terkait kebijakan atau regulasi yang sedang dibuat.
“Harapannya, pemenuhan hak-hak perempuan menjadi landasan penting di Undang-Undang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia,” katanya.
Ulfah menambahkan, ada sejumlah hal yang perlu dicermati dalam Revisi UU Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
Salah satunya proses administratif yang perlu ditinjau terkait prinsip-prinsip keadilan dan perspektif yang substantif, utamanya gender.