VOICEINDONESIA.CO, Bengkulu – Kematian seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI), Adelya Meysa (23) di Jepang membuka tabir gelap jaringan pengiriman PMI ilegal. Perempuan asal Desa Kampai, Kecamatan Talo, Kabupaten Seluma, Bengkulu ini diduga menjadi korban jaringan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang beroperasi secara terorganisir. Kasus ini memicu respons cepat dari berbagai pihak, termasuk pembentukan satuan tugas khusus oleh Gubernur Bengkulu Helmi Hasan untuk memberantas praktik perdagangan manusia.
Polda Bengkulu kini menggandeng Mabes Polri dan Interpol untuk membongkar jaringan pengiriman PMI ilegal yang diduga beroperasi lintas negara. Aparat telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk keluarga korban, dan menemukan fakta bahwa ada PMI lain asal Seluma yang juga terdampar di Jepang dalam kondisi memprihatinkan. Para korban diberangkatkan tanpa prosedur resmi melalui perantara atau calo, namun sesampainya di negara tujuan mereka justru tidak mendapat pekerjaan.
“Dari keterangan saksi dan keluarga, masih ada PMI asal Seluma lainnya yang saat ini terlantar di Jepang karena berangkat secara ilegal,” ujar Kasubdit IV Renakta Polda Bengkulu, AKBP Julius Hadi Harjanto.
Baca Juga: Polri Libatkan Bhabinkamtibmas Hingga Sekolah Cegah Perdagangan Anak
Penyidik telah mengidentifikasi seorang calo yang merekrut para korban dengan memungut biaya Rp 70 juta hingga Rp 150 juta. Sebagian korban tidak pernah diberangkatkan, sementara yang sudah tiba di Jepang malah tidak mendapatkan pekerjaan sesuai janji. Adelya Meysa termasuk korban yang direkrut pelaku tersebut.
Polisi juga menelusuri agen atau lembaga pelatihan kerja yang memberangkatkan korban untuk memastikan apakah lembaga tersebut mengantongi izin resmi. Julius yang melayat ke rumah duka bersama Kapolres Seluma, AKBP Bonar Ricardo P Pakpahan pada Jumat (14/11/2025), menyebut penyidik masih mendata jumlah korban lain asal Seluma yang menjadi target perekrutan.
Baca Juga: KBRI Singapura Perkuat Perlindungan WNI Hadapi Ancaman TPPO di Asia Tenggara
Temuan awal menunjukkan sekitar enam hingga tujuh orang telah dirugikan secara finansial. Jumlah korban yang sudah berangkat ke Jepang diperkirakan hampir sama dengan yang ditelantarkan di Indonesia.
“Bahkan ada satu korban lain yang juga berangkat melalui agen yang sama, dan kini sakit di Jepang,” tambah Julius.
Polda Bengkulu memastikan penyelidikan diperluas untuk menelusuri seluruh pihak terlibat, termasuk peran agen, lembaga pelatihan kerja, hingga jaringan pemberangkatan di luar negeri.
