VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Program jaminan sosial dan reintegrasi ekonomi purna Pekerja Migran Indonesia (PMI) dinilai masih belum berjalan efektif. Kritik ini disampaikan dalam Rapat Panja Pengawasan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia Komisi IX DPR RI yang berlangsung di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Senin (17/11/2025).
Ketua Rapat Panja, Charles Honoris mengungkapkan bahwa banyak PMI tidak memiliki akses jaminan sosial yang optimal. Ketiadaan skema jaminan pensiun menjadi salah satu masalah krusial yang dihadapi para pekerja migran.
Dalam rapat tersebut mencatat bahwa PMI non-prosedural merupakan kelompok paling rentan namun justru paling sulit mendapat akses layanan. Kondisi ini diperparah dengan minimnya dukungan pemerintah dalam pemberdayaan ekonomi purna migran.
Baca Juga: DPR Desak Pemerintah Bentuk Pusat Bantuan Hukum untuk PMI di Luar Negeri
“Di fase purna Pekerja Migran Indonesia (PMI), program jaminan sosial dan reintegrasi dan pemberdayaan ekonomi purna migran masih belum efektif,” ungkap Charles dalam rapat yang juga dihadiri Sekretaris Rapat Ida Nuryati dari Bagian Sekretariat Komisi IX DPR RI.
Rapat Panja juga mengidentifikasi beberapa isu pelanggaran Hak Asasi Manusia terhadap PMI, termasuk kerja paksa, eksploitasi, kekerasan berbasis gender, dan perdagangan orang dengan pola semakin kompleks seperti online scam atau TPPO digital di kawasan Mekong.
Baca Juga: Ratusan PMI Dipulangkan dari Malaysia, Kepri Perkuat Langkah Pencegahan TPPO
Banyak PMI tidak memiliki jaminan sosial yang optimal, termasuk adanya ketiadaan skema jaminan pensiun (JP). PMI non-prosedural merupakan kelompok yang paling rentan, namun justru paling sedikit mendapat akses layanan.
PMI juga menghadapi kendala mendapatkan bantuan hukum baik karena keterbatasan akses maupun minimnya dukungan dari negara tujuan. Untuk mengatasi persoalan tersebut, Komisi IX DPR merekomendasikan sejumlah perubahan mendasar.
“Reformasi jaminan sosial PMI, termasuk JP untuk PMI, program bimbingan PMI purna yang terstruktur dan inklusif, akses pemberdayaan ekonomi yang lebih merata,” tegas Charles.
Rekomendasi lain yang dihasilkan dalam rapat adalah reintegrasi ekonomi yang benar-benar inklusif bagi semua PMI tanpa diskriminasi prosedural, serta skema bimbingan PMI purna terstruktur oleh pemerintah.
Rapat juga menekankan perlunya kolaborasi Kemenkominfo untuk pembatasan teknologi yang mendukung tindak pidana perdagangan orang khususnya di kawasan Mekong, serta harmonisasi pengawasan antara kementerian ketenagakerjaan dan KP2MI terkait pengawasan.
Komisi IX DPR juga mendesak pemerintah memberikan kemudahan regulasi pekerja migran yang legal dalam RUU PMI, memberikan stimulus bagi calon pekerja migran dan pelindungan untuk perempuan dan anak keluarga migran.
Rapat Panja tahun sidang 2025-2026 masa persilangan II ini merupakan rapat ketujuh dengan agenda membahas kualitas dan ketersediaan pelayanan kesehatan bagi PMI bersama berbagai organisasi pemangku kepentingan PMI.
