VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Komisi VIII DPR RI kembali menekan Kementerian Haji dan Umrah terkait sejumlah persoalan krusial dalam persiapan penyelenggaraan ibadah haji 2026.
Dalam rapat kerja di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (18/11/2025), isu-isu mendasar seperti pembagian kuota, istithaah kesehatan, pemvisaan, hingga akomodasi jemaah kembali mencuat.
Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang membuka rapat dengan mempertanyakan mekanisme penetapan kuota per embarkasi yang dinilai berubah signifikan antar daerah.
Baca Juga: Pemerintah Genjot Penempatan Pekerja di Eropa
“Penetapan jumlah jemaah per embarkasi harus jelas. Memang kuota diisi berdasarkan daftar tunggu, namun sosialisasi mengenai perubahan komposisi juga penting, terutama bagi daerah yang kuotanya berkurang atau meningkat drastis,” kata Marwan.
Ia juga meminta kejelasan pihak yang memiliki kewenangan menentukan kuota.
“Apakah keputusannya di tingkat menteri, wakil menteri, atau bahkan sekjen dan dirjen?” ujarnya menambahkan.
Komisi VIII turut menyoroti pembagian kloter berdasarkan kapasitas pesawat.
Menurut Marwan, penyesuaian jumlah jemaah di setiap kloter harus dihitung secara presisi agar tidak mengganggu operasional penerbangan dan keberangkatan jemaah.
Isu lain yang mendapat perhatian serius adalah pelaksanaan istithaah kesehatan.
Baca Juga: Polres Blitar Kota Luncurkan Program Gizi Gratis untuk Pelajar
Marwan menyinggung perbedaan biaya pemeriksaan antar daerah yang sebelumnya menimbulkan keberatan dari sejumlah jemaah.
“Penetapan istithaah itu kapan dilakukan dan oleh siapa? Biaya pengecekannya juga harus jelas. Dulu sempat jadi perdebatan karena tiap kabupaten/kota punya kebijakan sendiri, bahkan ada jemaah yang tidak bisa melunasi karena terbebani biaya di tahap pemeriksaan kesehatan,” tegasnya.
Komisi VIII juga meminta kepastian mengenai jadwal dan mekanisme pelunasan biaya haji, termasuk pihak yang menerbitkan keputusan resmi.
“Kalau ada jemaah yang tak bisa melunasi, mekanismenya bagaimana? Jangan sampai kuota terbuang percuma,” kata Marwan.
Tak hanya itu, proses pemvisaan yang acap terlambat turut menjadi perhatian serius.
Marwan mengingatkan agar kendala tahun lalu-di mana sebagian kloter pertama belum menerima visa-tidak kembali terulang.
“Kami ingin tahu kapan proses pemvisaan dimulai dan kapan batas akhirnya untuk tiap kloter,” pungkasnya.
