Devisa Rp 253 Triliun Terbuang Sia-sia, Purna Migran Bisa Jadi Arsitek Industri Nasional

by Sintia Nur Afifah
0 comments
A+A-
Reset

VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Jutaan purna migran Indonesia menyimpan potensi besar yang selama ini terabaikan. Mereka pulang dengan membawa ilmu, jejaring, dan kebiasaan kerja baru yang seharusnya bisa menjadi modal industri nasional.

Ketua Umum Federasi Buminu Sarbumusi Ali Nurdin Abdurrahman mengungkap fakta bahwa Indonesia belum sepenuhnya menyentuh potensi industri luar biasa dari para purna migran.

“Indonesia memiliki modal sosial dan ekonomi yang tak kalah besar dibanding negara yang berhasil memanfaatkan purna migrannya,” kata Ali dalam keterangan yang diterima Voiceindonesia.co, Rabu (19/11/2025)

Baca Juga: Benarkah Sindikat TPPO Libatkan Aparat Negara?

Ali membandingkan kondisi Indonesia dengan sejarah industri dunia yang membuktikan bahwa alih pengetahuan, keterampilan, dan etos kerja lintas negara seringkali lahir dari migrasi manusia.

Para pekerja yang menempuh perjalanan jauh ke negeri orang, pulang dengan membawa lebih dari sekadar pengalaman hidup.

Baca Juga: Restitusi Rp4,2 Miliar untuk Korban TPPO Mangkrak, SBMI Desak Pemerintah Bertindak

Kisah Jepang di awal abad ke-20 menjadi cermin paling terang. Sakichi Toyoda mengirim putranya Kiichiro Toyoda ke Amerika Serikat pada tahun 1929.

Sepulangnya ke Jepang, Kiichiro membawa gagasan besar yang kelak melahirkan Toyota Motor Corporation. Apa yang dibawa Toyoda bukan sekadar teknologi, melainkan cara pandang baru tentang produksi massal, efisiensi, dan inovasi berkelanjutan.

Sejarah lain datang dari Korea Selatan pada dekade 1960 sampai 1970an. Ribuan pekerja Korea dikirim ke Jerman Barat untuk bekerja sebagai penambang dan perawat.

Ketika para pekerja itu pulang, mereka membawa keterampilan teknis, disiplin, serta etos kerja yang kelak menopang “Korean Miracle”, lonjakan industri dan ekonomi yang menempatkan Korea Selatan sebagai salah satu negara industri baru paling disegani.

China pun memiliki kisah serupa, menurutnya banyak diaspora dan pekerja Tiongkok yang belajar serta bekerja di Amerika Serikat dan Eropa, kemudian pulang untuk menjadi motor industri di negerinya sendiri.

Fenomena ini bahkan dikenal dengan istilah sea turtles, sebuah metafora tentang kura-kura laut yang selalu kembali ke pantai asalnya setelah mengarungi samudra.

Ali mengeluarkan data KP2MI/BP2MI yang menunjukkan bahwa pada tahun 2024, jumlah penempatan Pekerja Migran Indonesia mencapai 296.970 orang, naik sekitar 8,40 persen.

Negara tujuan utama meliputi Hong Kong, Taiwan, Malaysia, Korea Selatan, dan Jepang. Provinsi asal terbanyak adalah Jawa Timur, dengan kontribusi sekitar 79.339 orang atau 26,67 persen dari total PMI nasional.

Dalam periode yang sama, devisa yang dihasilkan PMI mencapai sekitar Rp 251 hingga 253 triliun.

Untuk itu, Ali mengusulkan rancangan program konkret kepada Kementerian Perindustrian berupa Program Industrial Reintegration Purna Migran. Program ini meliputi empat langkah utama.

Pertama, pemetaan keterampilan dengan mendata secara sistematis kompetensi purna migran berdasarkan pengalaman kerja di luar negeri. Kedua, pelatihan lanjutan dan sertifikasi industri agar keterampilan mereka sesuai dengan standar nasional dan kebutuhan industri.

Ketiga, insentif bagi perusahaan industri yang bersedia merekrut purna migran terlatih. Keempat, pembentukan model kelembagaan yang menginventarisir purna migran berbasis keterampilan khusus.

“Agar program ini tidak berhenti pada wacana, diperlukan kolaborasi Kementerian Perindustrian, KP2MI, dan asosiasi industri sebagai penyusun kebijakan sekaligus regulator,” tegas Ali.

Ali menyebut KP2MI menjadi pintu utama pemetaan data purna migran, termasuk rekam jejak keterampilan mereka selama bekerja di luar negeri.

Sementara asosiasi industri, baik otomotif, elektronik, tekstil, hingga manufaktur pangan, bertindak sebagai pengguna akhir yang siap menyerap tenaga kerja terampil.

“Bentuk kelembagaan ini paling realistis untuk menghubungkan program dengan strategi hilirisasi nasional,” ujarnya.

Ketua Federasi Buminu Sarbumusi ini menutup rilisnya dengan pertanyaan menohok. Apakah Indonesia berani mengubah cara pandang terhadap purna migran dari sekadar “pahlawan devisa” menjadi “arsitek industri nasional”?

“Jika Jepang bisa melahirkan Toyota dari seorang Toyoda yang belajar di Amerika, jika Korea bisa menjelma raksasa industri dari keringat para buruh tambang di Jerman, maka Indonesia pun bisa menemukan Toyoda barunya di antara jutaan purna migran yang menunggu kesempatan,” katanya.

“Sejarah telah menunjukkan jalan, tinggal keberanian kita untuk melangkah,” pungkas Ali.

Editorial VOICEIndonesia

Tentang VOICEINDONESIA.CO

LOGO-VOICEINDONESIA.CO-Copy

VOICEIndonesia.co Merupakan Rumah untuk berkarya, Menyalurkan Bakat, Ide, Beradu Gagasan menyampaikan suara Rakyat dari pelosok Negeri dan Portal berita pertama di Indonesia yang secara khusus mengulas informasi seputar Ketenagakerjaan, Juga menyajikan berita-berita Nasional,Regional dan Global . VOICEIndonesia.co dedikasikan bukan hanya sekedar portal informasi berita online biasa,Namun lebih dari itu, menjadi media mainstream online pertama di Indonesia,menekankan akurasi berita yang tepat,cepat dan berimbang , cover both side, reading tourism, user friendly, serta riset.

KONTAK

HOTLINE / WHATSAPP :

Follow VOICEINDONESIA.CO