F-Buminu Sarbumusi Sebut Ada 300 P3MI Bermasalah 

by Sintia Nur Afifah
0 comments
A+A-
Reset

VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Ketua Umum Federasi Buruh Migran Nusantara Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (F-Buminu Sarbumusi), Ali Nurdin Abdurrahman melayangkan serangan balik keras terhadap kritikan Nursalim yang menyerang usulannya membubarkan Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI). Dalam tanggapan terbuka yang disampaikan pada Rabu (20/11/2025), Ali membongkar apa yang disebutnya sebagai “ilusi statistik” dan pemahaman keliru atas data lapangan terkait pelanggaran P3MI.

Pria yang mengusulkan pembubaran P3MI dalam Rapat Panja Komisi IX DPR RI pada 17 November 2025 ini menolak mentah klaim Nursalim yang menyebut hanya satu dari 481 perusahaan yang bermasalah. Ali mengeluarkan data resmi BP2MI dan Migrant CARE yang membuktikan lebih dari 300 P3MI terlibat berbagai kasus pelanggaran dalam lima tahun terakhir.

Laporan BP2MI periode 2020 hingga 2024 bahkan mencatat 19.200 kasus pelanggaran PMI, dengan 70 persen di antaranya terkait proses rekrutmen dan penempatan swasta.

Baca Juga: F-Buminu Sarbumusi Soroti Carut-Marut Perlindungan PMI

“Saya mohon maaf, tapi ini ilusi statistik. Data BP2MI dan Migrant CARE menunjukkan lebih dari 300 P3MI terlibat kasus sepanjang lima tahun. 70% pengaduan PMI berasal dari proses yang dikelola P3MI. Mengatakan hanya satu perusahaan yang bermasalah adalah menyesatkan publik dan mengabaikan penderitaan PMI,” ungkap Ali kepada Voiceindonesia.co, Kamis (20/11/2025).

Data yang dipaparkan Ali semakin mencengangkan ketika merinci temuan Migrant CARE periode 2021 sampai 2024 yang mencatat 1.350 kasus perdagangan manusia berbasis migrasi. Mayoritas kasus bermula dari rekrutmen ilegal yang terhubung dengan jaringan P3MI.

Baca Juga: Devisa Rp 253 Triliun Terbuang Sia-sia, Purna Migran Bisa Jadi Arsitek Industri Nasional

Pelanggaran umum yang terjadi meliputi pungutan liar, manipulasi dokumen, penempatan ilegal, pemotongan gaji secara sepihak, hingga pemalsuan kontrak kerja. Ali menyebut klaim hanya satu perusahaan bermasalah sebagai upaya menyesatkan publik dan mengabaikan penderitaan ribuan PMI.

Ali juga membantah keras tudingan bahwa usulannya memiliki dua premis yang saling bertentangan. Menurutnya, mengusulkan pembubaran P3MI sebagai opsi utama dan pengurangan kewenangan sebagai opsi mitigasi bukanlah kontradiksi melainkan hierarki solusi kebijakan.

Pendekatan ini lazim digunakan dalam reformasi sektor publik. Ia membandingkan pendekatan ini dengan Labour Migration Reform Korea Selatan periode 2004 sampai 2007 yang juga menggunakan model bertingkat serupa.

“Saya tidak sedang mengajukan dua premis yang bertentangan. Ini lazim dalam penyusunan kebijakan: ada usulan utama dan ada mitigasi jika negara belum siap mengeksekusi opsi maksimal. Jadi bukan premis menggugurkan premis, melainkan hierarki solusi. Usulan pertama saya jelas: bubarkan P3MI. Jika negara belum siap, minimal kewenangannya dikikis atau dikurangi. Itu bukan kelemahan argumen, itu desain kebijakan,” jelas Ali.

Ketua Federasi Buminu Sarbumusi ini juga menyerang anggapan bahwa UU 18/2017 sudah cukup mengurangi kewenangan P3MI. Ali memaparkan fakta bahwa sejak UU tersebut berlaku hingga 2024, lebih dari 53 persen kasus pelanggaran migrasi justru berasal dari praktik rekrutmen dan penempatan swasta.

Ia menegaskan reduksi kewenangan dalam UU tidak menyentuh akar masalah karena P3MI masih menjalankan fungsi inti yang berorientasi profit. Padahal fungsi inti migrasi seharusnya adalah perlindungan manusia, bukan bisnis.

“Saya pakai data resmi. Sejak 2017 sampai 2024, lebih dari 53% kasus pelanggaran migrasi berasal dari praktik rekrutmen dan penempatan swasta. Artinya apa? Pengurangan kewenangan dalam UU 18/2017 tidak cukup. P3MI masih menjalankan fungsi inti yang berorientasi profit padahal fungsi inti migrasi adalah perlindungan manusia, bukan bisnis. Ini konflik kepentingan struktural,” ujar Ali.

Ali juga membantah tuduhan anti swasta yang dilayangkan Nursalim dengan merujuk Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Hak Menguasai Negara. Ia menegaskan bahwa kritiknya bukan pada keterlibatan swasta secara umum, melainkan pada penyerahan fungsi inti migrasi kepada entitas berorientasi laba.

Putusan MK No. 85/PUU-XI/2013 dan ILO Convention 181 menjadi landasan argumennya bahwa negara wajib mengendalikan penuh sektor strategis yang menyangkut hajat hidup rakyat. Ali menegaskan yang dikritiknya adalah pemberian fungsi inti kepada swasta, bukan keterlibatan swasta pada fungsi non inti.

“Saya selalu merujuk Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Hak Menguasai Negara. MK memang membuka ruang bagi swasta melalui lisensi, tapi dengan satu syarat: negara wajib mengendalikan penuh sektor strategis yang menyangkut hajat hidup rakyat. Migrasi adalah hajat hidup ini soal nyawa. Yang saya kritik adalah pemberian fungsi inti kepada swasta. Itu yang bertentangan dengan putusan MK dan praktik dunia internasional,” tegasnya.

Soal sistem POEA Filipina yang diklaim Nursalim sebagai bukti kekeliruan argumennya, Ali justru memberikan klarifikasi tajam. Ia memaparkan data POEA Rules and Regulations 2020 yang membuktikan bahwa negara Filipina memegang kendali penuh atas recruitment standards, contract verification, placement rules, dan disciplinary actions.

Philippine Labour Migration Report 2023 bahkan mencatat 80 persen keputusan migrasi ditentukan negara bukan agen swasta. Ali menyebut struktur operasional POEA menempatkan negara sebagai operator utama dengan swasta hanya sebagai pendukung.

“Saya menyebut POEA bukan karena Filipina melarang swasta. Justru Filipina membiarkan swasta sebagai subkontraktor, tapi negara memegang semua fungsi inti: rekrutmen, verifikasi kontrak, penempatan sektor berisiko, dan pengawasan agen. Swasta tidak punya kebebasan seperti di Indonesia. Kritik bahwa saya salah mengutip POEA itu tidak tepat. Yang salah adalah membandingkan tanpa memahami struktur operasionalnya,” papar Ali.

Demonstrasi ratusan calon pekerja migran Korea Selatan pada Oktober 2025 akibat tumpukan roster yang mencapai 2.700 CPMI justru memperkuat argumen Ali. Ia menyebut kasus tersebut sebagai bukti kegagalan struktur kelembagaan yang mencampur aduk fungsi regulator, operator, pelindung, dan pengawas dalam satu entitas.

Korea Selatan sendiri memisahkan lembaga operator HRD Korea dan regulator Ministry of Employment and Labour sehingga sistem berjalan lebih stabil. Ali menegaskan ini bukan kegagalan skema government to government, tapi kegagalan struktur kelembagaan.

“Overlapping kewenangan adalah akar masalahnya. Negara menjadi regulator, operator, pelindung, sekaligus pengawas. Tidak ada sistem yang bisa berjalan sehat dengan model seperti itu. Ini bukan kegagalan G2G, tapi kegagalan struktur kelembagaan. Karena itu saya usulkan pemisahan: regulator sendiri, operator sendiri, pengawasan sendiri,” ujar Ali.

Ali menutup bantahannya dengan menegaskan bahwa usulan pembubaran P3MI bukan berdasarkan emosi melainkan data empiris, teori governance modern, dan praktik negara maju. Korea Selatan melalui EPS System sejak 2004, Jepang lewat TITP dan SSW, Jerman dengan Triple Win Program, serta Kanada melalui Temporary Foreign Worker Program semuanya menempatkan negara sebagai operator utama.

Swasta di negara maju hanya berperan sebagai fasilitator pada fungsi non inti, bukan pada fungsi inti seperti rekrutmen dan penempatan. Ali menyebut usulannya sejalan dengan praktik terbaik internasional dan teori tata kelola modern.

“Saya tidak bicara dalam ruang gelap. Saya bicara berdasarkan data BP2MI, Migrant CARE, laporan kasus 2017 sampai 2024, dan praktik internasional. P3MI bukan hanya bermasalah, tetapi menjadi simpul utama konflik kepentingan. Karena itu saya katakan tegas: pembubaran P3MI adalah langkah logis, bukan ekstrem. Ini kebutuhan struktural demi keselamatan dan martabat PMI,” pungkasnya.

Editorial VOICEIndonesia

Tentang VOICEINDONESIA.CO

LOGO-VOICEINDONESIA.CO-Copy

VOICEIndonesia.co Merupakan Rumah untuk berkarya, Menyalurkan Bakat, Ide, Beradu Gagasan menyampaikan suara Rakyat dari pelosok Negeri dan Portal berita pertama di Indonesia yang secara khusus mengulas informasi seputar Ketenagakerjaan, Juga menyajikan berita-berita Nasional,Regional dan Global . VOICEIndonesia.co dedikasikan bukan hanya sekedar portal informasi berita online biasa,Namun lebih dari itu, menjadi media mainstream online pertama di Indonesia,menekankan akurasi berita yang tepat,cepat dan berimbang , cover both side, reading tourism, user friendly, serta riset.

KONTAK

HOTLINE / WHATSAPP :

Follow VOICEINDONESIA.CO