Masyarakat Indonesia Masih Anggap TPPO Sebagai Bisnis

by VOICEINDONESIA.CO- Afifah
0 comments
A+A-
Reset
modus yang diungkap Polri terkait kasus perdagangan manusia tersebut yakni Pekerja Migran Ilegal (PMI) atau pembantu rumah tangga (PRT) sebanyak 354. Lalu, bermoduskan, anak buah kapal (ABK) sebanyak 5, PSK sebanyak 102 orang dan eksploitasi anak sebanyak 21 orang.

VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Ombudsman RI menyoroti masih kuatnya cara pandang yang menganggap tindak pidana perdagangan orang (TPPO) sebagai bisnis yang menguntungkan, meski praktik tersebut merupakan kejahatan berat yang semestinya tidak terjadi.

Anggota Ombudsman RI, Johanes Widijantoro, menegaskan bahwa persepsi keliru ini menjadi salah satu faktor yang membuat perdagangan orang terus berlangsung dan berkembang.

“TPPO merupakan bagian dari salah satu kejahatan luar biasa yang memang seharusnya tidak ada. Tapi, ya ini lah realitas,” ujar Johanes dalam Diskusi Publik dan Penyerahan Laporan Hasil Analisis Kajian Sistemik di Jakarta, Jumat (22/11/2025).

Baca Juga: Nadiem Makarim Terancam Dijerat Dua Perkara

Johanes mengatakan praktik perdagangan orang tidak hanya melibatkan aktor asing sebagai pihak “pemesan”, tetapi juga jaringan di dalam negeri.

Ia menilai struktur kejahatan ini sudah sangat terorganisasi dan masuk kategori transnational organized crime sehingga penanganannya tak bisa hanya mengandalkan pendekatan nasional.

Menurutnya, jumlah korban TPPO terus meningkat setiap tahun dengan pola eksploitasi yang terus berubah.

Ia mencontohkan kasus yang terjadi dua hari sebelumnya, ketika seorang remaja dari Bandung yang rencananya direkrut menjadi pemain sepak bola justru tersesat hingga ke Kamboja.

Baca Juga: Mau Dapat Bansos PKH, Wajib Jadi Anggota Kopdes Merah Putih 

“Saya berpikir kok begitu gampangnya orang tua melepas anaknya yang masih remaja untuk dijadikan atlet sepak bola di Medan dan tahu-tahunya nyasar sampai Kamboja,” ujarnya.

Johanes menilai fenomena tersebut menunjukkan betapa rentannya generasi muda terjebak dalam TPPO di tengah kemampuan mereka membaca peluang, namun kurangnya perlindungan dan pengawasan.

Meski terdapat berbagai sistem informasi pengawasan seperti SIPP (Imigrasi), SISKOP2MI (KP2MI), dan Peduli WNI (Kemenlu), ia mengakui bahwa sistem-sistem tersebut belum terintegrasi secara efektif untuk mendeteksi dan mencegah perlintasan orang berisiko tinggi.

Ia berharap kajian sistemik Ombudsman bertajuk Integrasi Sistem Pengawasan Perlintasan Orang Sebagai Upaya Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang dapat menghasilkan rekomendasi perbaikan yang konkret.

“Tindak pidana perdagangan orang adalah kejahatan kemanusiaan, yang melibatkan eksploitasi manusia, merupakan pelanggaran hak asasi manusia secara fundamental,” tegasnya.

Editorial VOICEIndonesia

Tentang VOICEINDONESIA.CO

LOGO-VOICEINDONESIA.CO-Copy

VOICEIndonesia.co Merupakan Rumah untuk berkarya, Menyalurkan Bakat, Ide, Beradu Gagasan menyampaikan suara Rakyat dari pelosok Negeri dan Portal berita pertama di Indonesia yang secara khusus mengulas informasi seputar Ketenagakerjaan, Juga menyajikan berita-berita Nasional,Regional dan Global . VOICEIndonesia.co dedikasikan bukan hanya sekedar portal informasi berita online biasa,Namun lebih dari itu, menjadi media mainstream online pertama di Indonesia,menekankan akurasi berita yang tepat,cepat dan berimbang , cover both side, reading tourism, user friendly, serta riset.

KONTAK

HOTLINE / WHATSAPP :

Follow VOICEINDONESIA.CO