VOICEINDONESIA.CO, Tanjungpinang – Sebanyak 11 warga negara Indonesia (WNI) yang diduga merupakan Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) non-prosedural berhasil diamankan oleh pihak berwajib di Tanjungpinang, Kepulauan Riau, dalam serangkaian penertiban penempatan PMI ilegal.
Para WNI ini diketahui berasal dari berbagai daerah, mulai dari Sumatera Selatan, Jawa Barat, hingga Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT), dengan rentang usia kelahiran antara tahun 1972 hingga 2005.
Kasus ini menyoroti kembali praktik penempatan PMI secara ilegal yang melibatkan sejumlah oknum sponsor atau calo, baik yang beroperasi di daerah asal maupun di lokasi transit seperti Tanjungpinang.
Modus dan Jaringan Calo Terungkap
Berdasarkan data yang dihimpun, para calon PMI tersebut diurus oleh sejumlah agen ilegal dengan modus dan jaringan yang terstruktur. Beberapa inisial korban yang teridentifikasi antara lain:
F (44 tahun, Sumatera Selatan) dan I (47 tahun, Sumatera Selatan) diurus oleh agen ilegal bernama Eva di Bandar Lampung.
S (38 tahun, Sumatera Selatan) diurus oleh Evi Diana Wijayanti di Ogan Ilir.
ES (53 tahun, Jawa Barat), TS (37 tahun, Jawa Barat), S (49 tahun, Jawa Barat), dan SH (46 tahun, Jawa Barat) diurus oleh calo dengan nama Rofikoh, Hjh. Ratmi, Pak Kliwon, dan Mawar di berbagai wilayah Jawa Barat.
Sementara itu, beberapa korban dari NTB dan NTT, seperti RMS (21 tahun, NTB), A (30 tahun, NTT), RF (20 tahun, NTB), dan SN (24 tahun, NTB) diurus oleh calo dengan nama Opan, Bu Dewi, Johan, Basid, dan Pak Riska.
Catatan: Para sponsor ini umumnya mengurus tiket pesawat, tiket kapal, penginapan, dan konsumsi bagi calon PMI. Sistem penggantian dana yang diterapkan pun merugikan, di mana dana yang dikeluarkan sponsor akan dipotong dari gaji PMI selama 3 bulan pertama bekerja.
Ditolak Imigrasi Malaysia (NTL) Berulang Kali
Data menunjukkan bahwa beberapa calon PMI telah berulang kali mencoba masuk ke Malaysia melalui Pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjungpinang, namun ditolak oleh Imigrasi Malaysia dengan status NTL (Not To Landing).
Inisial S (Sumatera Selatan) mengaku sempat ditolak imigrasi Malaysia pada 15 Oktober 2025 dan kembali keesokan harinya.
Lebih jauh, inisial A (NTT) dan SN (NTB) bahkan sudah dua kali ditolak dengan status NTL pada 09 Oktober 2025 dan 24 Oktober 2025. Penolakan ini menunjukkan adanya masalah pada dokumen atau prosedur keberangkatan mereka, yang mengindikasikan kuatnya unsur non-prosedural.
Salah satu korban, inisial RF (NTB), yang juga ditolak NTL pada 22 Oktober 2025, rencananya akan diberangkatkan kembali pada 26 Oktober 2025, namun berhasil diamankan oleh pihak kepolisian sehari sebelumnya, yaitu pada 25 Oktober 2025 di penginapan.
Modus Pembuatan Paspor di Lokasi Transit
Beberapa korban juga mengungkapkan bahwa pengurusan dokumen, termasuk paspor, dijanjikan atau bahkan dibuatkan oleh pengurus/tekong di Tanjungpinang.
Inisial SH (Jawa Barat) dijanjikan paspor dibuat di Tanjungpinang, sementara inisial SN (NTB) menyebut paspornya dibuatkan oleh tekong bernama M. Safi’i di Tanjungpinang.
Inisial RMS (NTB) juga menyebut pembuatan paspornya akan dibantu oleh Safi’i di Tanjungpinang.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi masyarakat agar tidak mudah tergiur dengan tawaran bekerja di luar negeri melalui jalur ilegal.
Pihak berwajib diharapkan dapat mengembangkan kasus ini untuk membongkar tuntas jaringan calo dan sponsor ilegal yang beroperasi di berbagai wilayah Indonesia.
