Banner
Live Streaming VOICEIndonesia

Pemerintah Dinilai Tidak Transparan Terkait Perusahaan Perusak Hutan Sumatera

by Sintia Nur Afifah
0 comments
A+A-
Reset

VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Hanya empat dari delapan perusahaan yang disegel akibat diduga memperparah banjir di Sumatera yang identitasnya diungkap ke publik hingga Rabu (10/12/2025). Pemerintah merahasiakan empat nama lainnya dengan dalih proses hukum masih berjalan, memicu kecurigaan adanya kepentingan terselubung.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Utara mendesak Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Kehutanan segera membuka seluruh identitas korporasi yang diduga memperparah bencana banjir bandang dan longsor. Organisasi lingkungan itu menilai sikap tertutup pemerintah membuka celah praktik tidak etis.

“Sikap yang tidak transparan ini menimbulkan ketidakpastian dan rentan memicu praktik negatif, seperti pemerasan atau penyuapan agar identitas perusahaan tidak dipublikasikan,” ujar Direktur Eksekutif WALHI Sumut Rianda Purba pada Rabu (10/12/2025).

Baca Juga: Hampir Dua Pekan Berlalu Pascabencana Banjir Sumatera, Listrik Belum Pulih 100%

Kementerian Lingkungan Hidup memang telah mencabut izin lingkungan dan menyegel delapan perusahaan. Wakil Menteri Lingkungan Hidup Diaz Hendropriyono menyebut empat perusahaan yang sudah disegel yakni PT Agincourt Resources, PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE), PTPN III, dan PT Toba Pulp Lestari (TPL).

Sementara dari sisi kehutanan, Menteri Kehutanan Raja Juli mengungkapkan timnya menemukan indikasi pelanggaran di 12 lokasi subjek hukum di Sumatera Utara. Namun sama seperti Kementerian Lingkungan Hidup, daftar lengkap belum diumumkan.

Baca Juga: Kementerian PU Kebut Penanganan Dampak Longsor dan Banjir di Jalur Padang–Bukittinggi

WALHI bahkan menduga ada transaksi di balik ketidaktransparanan pemerintah. Dugaan tersebut muncul karena sikap pemerintah berpotensi membuka peluang perusahaan dihapus dari daftar atau bahkan diganti dengan korporasi lain melalui cara-cara tidak halal.

“Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Kehutanan harus membuka identitas perusahaan, baik yang izinnya dicabut maupun yang masih dalam proses hukum. Kalau tidak dibuka, masyarakat tidak bisa turut mengawasi apakah perusahaan-perusahaan itu masih beroperasi dan terus merusak lingkungan atau hutan,” tegasnya.

Rianda menilai dalih proses hukum tidak dapat dijadikan alasan menutup informasi publik. Ia menyoroti potensi kepentingan terselubung di balik sikap tertutup pemerintah yang menimbulkan ketidakpastian.

Berdasarkan riset WALHI Sumut, terdapat tujuh perusahaan yang dinilai berkontribusi besar terhadap deforestasi di bentang alam Batang Toru atau Harangan Tapanuli. Ketujuh korporasi itu adalah PT Agincourt Resources, PT NSHE, PTPN III, PT TPL (skema PKR), PT Sago, PT Sarulla Operation Limited (SOL), dan PLTMH Pahae Julu.

“Kayu-kayu itu adalah bukti lapangan bahwa deforestasi terjadi. Ini bukan fenomena baru, tetapi akumulasi dari buruknya tata kelola hutan,” tegas Rianda.

Total deforestasi dari aktivitas tujuh perusahaan mencapai 10.795,31 hektare dengan penebangan sedikitnya 3.443.939 batang pohon hutan alami. WALHI menegaskan banjir bandang tidak bisa dilihat semata-mata sebagai akibat kayu yang terbawa arus, melainkan bukti lapangan deforestasi massif akibat buruknya tata kelola hutan.

Editorial VOICEIndonesia

Tentang VOICEINDONESIA.CO

LOGO-VOICEINDONESIA.CO-Copy

VOICEIndonesia.co Merupakan Rumah untuk berkarya, Menyalurkan Bakat, Ide, Beradu Gagasan menyampaikan suara Rakyat dari pelosok Negeri dan Portal berita pertama di Indonesia yang secara khusus mengulas informasi seputar Ketenagakerjaan, Juga menyajikan berita-berita Nasional,Regional dan Global . VOICEIndonesia.co dedikasikan bukan hanya sekedar portal informasi berita online biasa,Namun lebih dari itu, menjadi media mainstream online pertama di Indonesia,menekankan akurasi berita yang tepat,cepat dan berimbang , cover both side, reading tourism, user friendly, serta riset.

KONTAK

HOTLINE / WHATSAPP :

Follow VOICEINDONESIA.CO