VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Sekretaris Jenderal Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Muhammad Zaki Mubarak, dengan tegas mengecam praktik dugaan pungutan liar (pungli) yang mencoreng pengelolaan Pelabuhan Tiga Bersaudara (PTB) di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
Zaki menegaskan bahwa pungli di pelabuhan strategis ini adalah pengkhianatan terhadap amanat konstitusi, khususnya Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yang menuntut pengelolaan bumi, air, dan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan untuk memperkaya segelintir oknum.
“Pelabuhan Tiga Bersaudara seharusnya menjadi pintu gerbang kesejahteraan rakyat Berau, tetapi malah menjadi ladang pungli yang merampok hak rakyat. Ini bukan hanya pelanggaran hukum, ini adalah pengkhianatan terhadap rakyat Indonesia dan konstitusi!” tegas Zaki, dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Sabtu (5/7/2025).
Sebagaimana diketahui, Pelabuhan Tiga Bersaudara di Berau, Kalimantan Timur, merupakan pelabuhan strategis yang mendukung aktivitas ekspor-impor, termasuk pengangkutan hasil tambang seperti batu bara, serta aktivitas perdagangan dan perikanan di wilayah pesisir Berau. Namun, pelabuhan ini telah tercoreng oleh dugaan praktik pungli yang melibatkan oknum aparat, pengelola pelabuhan, dan pihak swasta. Berdasarkan laporan masyarakat setempat, pungli terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari penarikan biaya ilegal untuk izin bongkar muat, verifikasi dokumen, hingga pengaturan akses kapal ke pelabuhan.
Selain itu, menurut investigasi yang dilakukan oleh organisasi masyarakat sipil di Kalimantan Timur, pungli di pelabuhan seperti PTB Berau melibatkan tarif ilegal yang bervariasi, mulai dari ratusan ribu hingga miliaran rupiah per transaksi, tergantung jenis izin atau layanan. Praktik ini tidak hanya membebani pelaku usaha, tetapi juga meningkatkan biaya logistik, yang pada akhirnya memengaruhi harga barang dan jasa di masyarakat.
“Pungli di PTB Berau adalah bukti nyata bagaimana oknum menjadikan sumber daya alam dan infrastruktur publik sebagai alat untuk memperkaya diri, sementara rakyat kecil menanggung akibatnya,” ungkap Zaki.
Ia menyatakan, dugaan praktik pungli di Pelabuhan Tiga Bersaudara telah menimbulkan dampak buruk yang dirasakan langsung oleh masyarakat Berau. Nelayan lokal di Teluk Berau melaporkan penurunan hasil tangkapan akibat pencemaran laut, sementara biaya logistik yang membengkak akibat pungli membuat harga kebutuhan pokok melonjak.
“Rakyat Berau, dari nelayan hingga pedagang kecil, adalah korban utama. Mereka kehilangan hak atas lingkungan yang bersih dan ekonomi yang adil, sementara oknum menikmati keuntungan haram dari pungli,” kecam Zaki.
Ia menambahkan, lerusakan lingkungan akibat aktivitas pelabuhan yang tidak terkelola dengan baik juga mengancam keanekaragaman hayati di Teluk Berau, yang dikenal sebagai salah satu kawasan ekosistem laut terkaya di Kalimantan Timur. Pencemaran limbah batu bara dan aktivitas jetty ilegal telah merusak ekosistem mangrove dan terumbu karang, yang menjadi sumber kehidupan masyarakat pesisir.