VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Iran dikabarkan mengancam akan menutup Selat Hormuz sebagai balasan atas bungkamnya negara barat atas serangan Israel.
Euronews melaporkan, Komandan Garda Revolusi Sardar Esmail Kowsari mengatakan kepada media lokal dalam sebuah wawancara bahwa penutupan Selat Hormuz sedang dipertimbangkan.
“Tangan kami terbuka lebar untuk menghukum musuh, dan respons militer hanyalah sebagian dari respons kami secara keseluruhan,” kata Kowsari, yang merupakan anggota parlemen selain jabatan militernya, dikutip Senin (17/6/2025).
Selat Hormuz adalah salah satu titik sempit yang paling penting secara strategis di dunia. Blokade apa pun oleh Iran akan menimbulkan risiko serius bagi negara – negara barat khususnya Eropa yang merupakan sekutu Israel.
“Ini akan menjadi bencana bagi Eropa”, kata pakar keamanan Claude Moniquet.
Eropa akan menjadi wilayah yang akan terkena dampak paling signifikan lantaran sekitar 20% minyak global dan sebagian besar gas alam untuk kawasan itu melewati Selat tersebut.
Eropa mengimpor minyak dan gas alam cair (LNG) dari negara-negara Teluk, Arab Saudi, Qatar, UEA, yang sebagian besar melewati Selat tersebut. Jika Iran memblokirnya, harga minyak global akan melonjak, dan Eropa dapat menghadapi kekurangan energi, terutama di negara-negara yang bergantung pada bahan bakar Timur Tengah.
Lonjakan harga minyak yang tiba-tiba akan meningkatkan inflasi, biaya energi, dan mengganggu industri di seluruh Eropa. Sektor manufaktur, transportasi, dan pertanian akan sangat rentan. Belum lagi dengan kondisi dan reaksi pasar dan volatilitas di bursa saham Eropa dapat menjadi efek berantai.
Selain minyak, Selat ini merupakan rute utama pengiriman global. Gangguan dapat menunda impor bahan baku, elektronik, dan barang konsumsi Eropa, yang akan memengaruhi rantai pasokan. Amerika Serikat sebagai pemimpin barat diprediksi juga tidak akan tinggal diam jika selat benar -benar ditutup.
Blokade dapat memicu konfrontasi militer yang melibatkan AS, angkatan laut UE, dan negara-negara Teluk, yang berisiko memicu perang regional yang lebih luas.