VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Kabar duka datang dari dunia ekonomi Indonesia. Ekonom senior dan tokoh nasional, Kwik Kian Gie, dikabarkan tutup usia pada hari ini, Selasa (29/7/2025), dalam usia 90 tahun. Kepergian Kwik meninggalkan duka mendalam bagi bangsa, terutama di kalangan akademisi, ekonom, dan pengambil kebijakan.
Kwik dikenal sebagai ekonom yang konsisten menjunjung tinggi prinsip ekonomi kerakyatan. Dalam perjalanan kariernya, ia pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri (1999–2000) serta Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas (2001–2004). Ia adalah bagian penting dalam masa transisi pemerintahan pasca-Orde Baru dan era awal Reformasi.
Ekonom senior dari INDEF, Didik J. Rachbini, turut menyampaikan belasungkawa atas wafatnya Kwik.
“Kita kehilangan tokoh dan ekonom hebat, yang peranannya besar untuk koreksi dan check and balances bagi kebijakan ekonomi,” kata Didik dalam keterangan tertulisnya yang diterima VOICEINDONESIA.CO di Jakarta, Selasa (29/7/2025).
Menurut Didik, Kwik Kian Gie bukan sekadar pejabat negara, tetapi juga seorang intelektual publik yang independen dan vokal. Ia dikenal tidak ragu menyuarakan kritik terhadap kebijakan ekonomi yang menurutnya menyimpang dari kepentingan rakyat.
“Kwik adalah salah satu ekonom dan tokoh publik Indonesia yang memiliki perjalanan karir dan pemikiran yang tajam, independen, serta kritis baik pada masa Orde Baru dan bahkan berlanjut pada masa Reformasi,” ujarnya.
Didik juga menyatakan, bahwa salah satu warisan pemikiran Kwik yang masih sangat relevan hingga kini adalah pentingnya kedaulatan ekonomi.
Menurutnya, Kwik secara konsisten mengingatkan agar Indonesia tidak tergantung pada utang luar negeri dan lembaga-lembaga seperti IMF. Sebab ketergantungan semacam itu bisa menjadikan Indonesia terjebak dalam subordinasi politik oleh kekuatan asing.
“Karena itu harus ada kewaspadaan terhadap jebakan utang luar negeri,” ucapnya.
Dalam pandangan Kwik, BUMN memegang peran penting dalam struktur ekonomi nasional. Ia menyebut BUMN sebagai “separuh ekonomi bangsa” yang harus dijaga karena bersifat strategis dan menyangkut hajat hidup rakyat.
Pandangan ini kembali relevan ketika Indonesia menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan perusahaan negara, termasuk nasib proyek-proyek besar seperti Danantara.
“Apa relevansinya dengan kondisi sekarang? Danantara tidak boleh gagal!” tegasnya.