VOICEINDONESIA.CO, Jakarta — Mantan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Dirjen Binapenta dan PKK) Kementerian Ketenagakerjaan, Suhartono, memilih bungkam terkait status hukumnya dalam kasus dugaan korupsi pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di lingkungan Kemenaker. Pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (2/6) berujung pada penyitaan sejumlah dokumen penting.
“Penyidik melakukan penyitaan dokumen, dan tidak ada pemeriksaan atau pertanyaan materiel,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (3/6/2025).
Suhartono hadir memenuhi panggilan KPK pada pukul 13.42 WIB dan meninggalkan Gedung Merah Putih sekitar pukul 15.35 WIB. Usai pemeriksaan, ia menyatakan bahwa penyidik hanya mengajukan delapan pertanyaan. Namun, ketika dimintai keterangan mengenai status pemanggilannya—sebagai saksi atau tersangka—ia menolak menjawab tegas.
Baca Juga: KPK Bongkar Jaringan Kasus Pemerasan Agen TKA di Kemenaker
“Tanyakan sama teman-teman KPK saja,” katanya saat wawancara cegat di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (2/6/2025) kemarin.
Sikap tertutup Suhartono memicu spekulasi publik bahwa dirinya telah berstatus tersangka. Kasus dugaan suap RPTKA ini diketahui melibatkan Direktorat Jenderal Binapenta dan PKK Kemenaker pada periode 2020 hingga 2023.
Baca Juga: KPK Panggil Ulang Wisnu Pramono dan Devi Angraeni untuk Kasus Kemenaker
Menurut KPK, praktik dugaan suap dalam pengurusan RPTKA sudah berlangsung sejak tahun 2019. Lembaga antirasuah tersebut juga telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam perkara ini, meski belum semua identitasnya diungkapkan secara terbuka.
Hingga saat ini, KPK belum memberikan penjelasan resmi mengenai status hukum Suhartono maupun detail isi dokumen yang telah disita.