VoiceIndonesia.co – Greenpeace Asia Tenggara-Indonesia yang tergabung dalam Tim 9 mendesak pelindungan awal kapal ikan migran lebih baik.
Hal tersebut disampaikan saat Tim 9 bertemu dengan Direktur Pembangunan Manusia Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), Rodora Babaran di Sekretariat ASEAN, Jakarta Indonesia.
Pembahasan utama dari pertemuan itu adalah untuk memperluas gerak masyarakat sipil untuk berkontribusi pada implementasi Deklerasi ASEAN untuk penempatan dan perlindungan nelayan migran.
Tim 9 juga ingin ASEAN membawa deklarasi yang sudah diadopsi Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN pada Mei lalu, bergerak ke level berikutnya dengan menyusun panduan teknis yang lebih konkret.
“Lewat deklarasi itu, negara-negara anggota ASEAN telah menguatkan komitmen. Jadi, kita sudah berada di jalur yang benar,
“Pengembangan dari panduan teknis itu saat ini sudah berada di tahap pendahuluan dan kita bisa berharap untuk diterbitkan tahun depan,” kata Rodora, dikutip dari siaran pers Greenpeace, Kamis,7 September 2023.
Selain panduan teknis, Tim 9 juga menyoroti pentingnya semua negara anggota ASEAN untuk meratifikasi Konvensi ILO 188 (K-188) tentang Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan atau yang disebut C-188.
C-188 yaitu instrumen hukum internasional paling komperhensif yang fokus pada kondisi dan hak nelayan migran.
Diketahui, saat ini diantara negara ASEAN baru Thailand saja yang meratifikasi.
Rodora menyebut asosiasi telah membentuk beberapa inisiatif tingkat regional yang secara prinsip telah sesuai dengan norma-norma dalam C-188 dan memanfaatkan isu-isu pelindungan tenaga kerja.
Juru Kampanye Laut Greenpeace Asia Tenggara, Arifsyah Nasution, menyebut pihak otoritas juga sering mengatakan hal serupa.
“Pemerintah Indonesia mengklaim bahwa hampir semua kebijakan yang berkaitan dengan nelayan atau pekerja perikanan migran sudah sejalan dengan norma C-188. Yang belum adalah keinginan politik mereka untuk mengimplementasi secara serius,” katanya.
Senada dengan Arifsyah, Kepala Greenpeace Indonesia, Leonard Simanjuntak, menyebut organisasinya akan terus menjaga komunikasi dengan semua pemangku kepentingan yang relevan, termasuk ASEAN, untuk terus berdiskusi soal keberlanjutan C-188.
“Buat kami, deklarasi itu juga berfungsi sebagai faktor pendukung untuk mengintensifkan pembahasan soal C-188 di Asia Tenggara. Pelindungan hak asasi manusia menjadi esensi yang termasuk dalam usaha kami membangun ekonomi Asia Tenggara yang lebih kuat. Pembangunan ekonomi tak ada artinya jika kita gagal melindungi manusianya,” kata Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) sekaligus anggota Tim 9, Hariyanto Suwarno, yang hadir dalam pertemuan itu.
“Saya punya mimpi semua negara anggota ASEAN meratifikasi C-188 dan bekerja sama melindungi nelayan migran,” kata Sekretaris Jenderal Serikat Awak Kapal Transportasi Indonesia (SAKTI) sekaligus Ketua Tim 9, Syofyan.
Tim 9 sendiri baru saja merampungkan laporan berjudul “Rekomendasi untuk Akselerasi Peta Jalan Ratifikasi Konvensi Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan, 2007 (K-188)”.
Laporan ini berisi sembilan rekomendasi untuk pemerintah Indonesia mempercepat pembahasan peta jalan untuk meratifikasi konvensi itu.
Sejak dirampungkan pada April lalu, laporan itu telah dikirim ke Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, Kementerian Luar Negeri, dan sejumlah pemerintah daerah.
Sebelumnya, pada 2021, tiga organisasi ini bersama 19 organisasi masyarakat sipil lainnya menyerahkan laporan lainnya ke Sekretariat ASEAN berjudul “Kertas Arah atas Ratifikasi dan Implementasi Konvensi ILO 188 untuk Negara-Negara Anggota ASEAN”.